Selasa, 26 September 23

Anas Anggap Tuntutan Jaksa Tidak Objektif

Anas Anggap Tuntutan Jaksa Tidak Objektif

Jakarta – Mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum, telah dituntut oleh Jaksa KPK‎ dengan hukuman 15 tahun penjara dan denda 500 juta subsider lima bulan penjara, karena dinilai terbukti menerima gratifikasi dan Tindak Pidana Pencucian Uang dalam kasus proyek Hambalang.

Selain itu, Jaksa Yudi Kristiana juga menuntut Anas untuk membayar uang pengganti kerugian negara yang jumlahnya
mencapai Rp 94,18 milyar dan 5.26 juta dollar AS.‎ Uang tersebut harus dibayar oleh Anas dalam jangka waktu satu bulan, jika tidak, maka jaksa akan menyita harta benda Anas untuk dilelang.

Tidak hanya itu, mantan anggota DPR itu juga dituntut dengan hukuman tambahan yakni, pencabutan Izin Usaha Pertambangan (IUP) atas nama PT Arina Kotajaya seluas kurang lebih lima hingga 10 ribu hektar, yang berada di dua kecamatan, yaitu Kecamatan Bengalon dan Kecamatan Kongbeng, Kabupaten Kutai Timur.

Namun, mendengar tuntutan itu, Anas menganggap jaksa tidak objektif, karena tidak memutuskan hukum berdasarkan fakta persidangan. Bahkan Anas mengatakan, sidang tuntutannya itu hanya seremonial belaka. Menurut dia, banyak dakwaan yang terbantahkan oleh keterangan saksi, tetapi masih muncul dalam tuntutan.

‎”Dakwaan kan sudah diuji oleh fakta persidangan. Tuntutan kan dakwaan plus, dakwaan yang sudah dibantah saksi, diulangi lagi di tuntutan, jadi seperti persidangan itu seremonial aja,”‎ ujar Anas di Pengadilan Tipikor, Kamis (11/9/2014)

Untuk itu, Anas akan mengajukan dua pleidoi atau pembelaan sebagai respons atas tuntutan jaksa. Pledoi itu pertama akan dibuat olehnya kedua oleh kuasa hukumnya. “Untuk pembelaan sebagai terdakwa, saya akan menyampaikan pembelaan pribadi, tetapi ada juga pembelaan yang akan disiapkan oleh tim penasihat hukum. Jadi, ada dua pembelaan,” ‎kata Anas.

Anas juga menganggap, tuntutan Jaksa sudah lengkap, kecuali obyektifitas, dan keadilan‎. Menurutnya, proses hukum seharusnya memberikan keadilan, bukan agenda kebencian, pemaksaan, dan kekerasan hukum.

“Tuntutannya lengkap, kecuali soal keadilan, obyektivitas, dan fakta-fakta persidangan yang berimbang. Karena itu, penting bagi kami untuk menyampaikan pembelaan,” kata Anas.

Dalam perkara ini, Anas dikenakan Pasal 12 huruf a subsider Pasal 11 UU No. 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah menjadi UU No. 20 Tahun 2001 jo Pasal 64 KUHP.

Anas juga dijerat Pasal 3 UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Pasal 65 ayat 1 KUHP dan Pasal 3 ayat 1 huruf c UU No. 15 Tahun 2002 sebagaimana diubah berdasarkan UU No. 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.

Dalam kaitanya dengan gratifikasi, Anas disebut menerima dua mobil mewah dan uang miliaran rupiah. Yakni Toyota Harrier bernomor polisi B 15 AUD senilai Rp 670 juta, dan Toyota Vellfire B 67 AUD senilai Rp 735 juta. Selain itu, Anas disebut pernah diberikan ‎uang senilai Rp 116,5 miliar, serta uang sekitar 5,2 juta dollar AS untuk biaya survei pemenangan Anas sebagai ketua umum Partai Demokrat.

Uang tersebut diduga berasal dari penerimaan Anas terkait pengurusan proyek Hambalang di Kementerian Pemuda dan Olahraga, proyek di perguruan tinggi Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi di Kementerian Pendidikan Nasional, dan proyek lain yang dibiayai APBN yang didapat dari Permai Group.

Adapun dalam Kaitanya dengan TPPU, Anas disebut telah mencuci uang ‎sekitar Rp 23,8 miliar pada saat menjabat sebagai anggota DPR periode 2009-2014. (Abn)

 

Related posts