Sabtu, 9 Desember 23

Akil Mochtar Divonis Hukuman Penjara Seumur Hidup

Akil Mochtar Divonis Hukuman Penjara Seumur Hidup

Jakarta – Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) akhirnya menjatuhkan vonis seumur hidup kepada mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar. Akil terbukti secara syah dan meyakinkan telah meneria suap terkait kasus sengketa Pilkada Lebak Banten.

“Menjatuhkan pidana kepada Akil Mochtar berupa pidana seumur hidup,” ujar Ketua Majelis Hakim Suwidya di ‎Tipikor Senin (30/6/2014).

‎Selain dua sengketa Pilkada tersebut, Akil juga terbukti menerima suap dari beberapa Pilkada di berbagai daerah seperti Pilkada Kabupaten Gunung Mas (Rp 3 miliar), Kalimantan Tengah (Rp 3 miliar), Pilkada Lebak, Banten (Rp 1 miliar), Pilkada Empat Lawang (Rp 10 miliar dan 500.000 dollar AS), dan Pilkada Kota Palembang (sekitar Rp 3 miliar).

Untuk Pilkada Kota Palembang, hakim menyatakan orang dekat Akil Muhtar Ependy terbukti menerima Rp 19,8 miliar dari Wali Kota Palembang Romi Herton dan istrinya Masyito. Uang tersebut akhirnya diberikan kepada Akil. Selain itu Akil juga terbukti melakukan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

Kemudian, hakim menyatakan Akil terbukti menerima suap terkait sengketa Pilkada Kabupaten Buton (Rp 1 miliar), Kabupaten Pulau Morotai (Rp 2,989 miliar), Kabupaten Tapanuli Tengah (Rp 1,8 miliar), dan menerima janji pemberian terkait keberatan hasil Pilkada Provinsi Jawa Timur (Rp 10 miliar) sebagaimana yang disebutkan dalam dakwaan kedua.

Dalam dakwaan ketiga, majlis hakim juga menyatakan Akil terbukti menerima uang Rp 125 juta dari Wakil Gubernur Papua periode tahun 2006-2011 Alex Hesegem. Pemberian uang itu terkait sengketa Pilkada Kabupaten Merauke, Kabupaten Asmat, Kabupaten Boven Digoel, Kota Jayapura, dan Kabupaten Nduga.

Terakhir Akil juga dinyatakan Hakim terbukti menerima uang dari adik Gubernur Banten Atut Chosiyah, Tubagus Chaeri Wardana sebesar Rp 7,5 miliar sebagaimana dakwaan keempat.

“Terungkap terdakwa menerima uang Rp 7,5 miliar ke rekening CV Ratu Samagat yang berhubungan dengan jabatannya,” kata hakim.

‎Dalam surat dakwahnya tersebut, Akil hanya tidak terbukti menerima suap dari kasus sengketa Pilkada di Lampung Selatan sebesar Rp 500 juta. sebagaimana Pasal 12 huruf c Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi.

Menurut hakim, berdasarkan fakta persidangan, uang yang diterima Akil tersebut tidak bertujuan untuk mempengaruhi putusan sengketa Pilkada Lampung Selatan. Ketua Majelis Hakim Suwidya menyatakan perbuatan Akil menerima Rp 500 juta merupakan gratifikasi.

“Perbuatan menerima menurut majelis lebih kepada gratifikasi daripada suap,” jelasnya. (Abn)

 

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.