
Jakarta, Obsessionnews.com – Dari tanggapan Direktur Utama (Dirut) PT Dirgantara Indonesia (PTDI) Persero, Budi Santoso bahwa jelas dengan jujur diakui adanya denda atas keterlambatan atas pesanan negara Thailand yaitu Pesawat NC212 i dan akibat keterlambatan maka PTDI didenda sebesar 3,5 juta dollar US dan terus diganti dengan jasa maintenance gratis dan pergantian spare parts saat nanti pesawat NC-212i harus melakukan maintenance C check ,B check dan A check atau proses RMO (Repair, Maintenance dan Overhaul) yang membutuh pergantian spare part yang sudah expired.
“Dan artinya akan ada biaya juga yang harus dikeluarkan PTDI yang nilainya sama dengan besarnya denda yang harus dibayarkan PTDI pada Thailand air force. Dari sini membuktikan kalau kinerja bagian produksi di PTDI berkinerja buruk yang menyebabkan kerugian di PTDI ,dan ini harus di selidiki di audit investigasi oleh KPK dan BPK,” ungkap Direktur Eksekutif Puskepi (Pusat Kajian Kebijakan Publik) Sofyano Zakaria dalam rilisnya yang diterima Obsessionnews.com, Sabtu (25/3/2017).
Terkait adanya Penitipan Pesanan Pesawat Phillipines Air Force (PAF) pada PTDI yaitu Pesawat NC 212i menurut informasi bukan karena PAF belum siap menerima tetapi akibat dari keterlambatan datangnya komponen “auto pilot” dr vendor/Airbus Defence and Space. “Anehnya lagi di sini PAF tidak membatalkan kontrak tersebut kontrak pesannya, tentu ini menjadi pertanyaan besar karena dalam kontrak antara PTDI dan PAF jelas bila ada keterlambatan yang terlalu lama maka pihak PAF bisa membatalkan sepihak dan mendenda PTDI ,hal ini diakibatkan negoisasi yang dilakukan oleh PTDI secara baik,” papar Sofyano.
Tetapi, lanjutnya, patut dicurigai juga adanya gratifikasi Airbus Defence and Space ke PAF sehingga PAF tidak membatalkan kontrak tersebut,oleh sebab itu PTDI menghentikan kerja sama dengan Airbus Military Industri agar keterlambatan produksi tidak terjadi dan tidak merugikan PTDI kedepannya sehingga PTDI tidak menjadi industri perakit saja Karena tidak Ada transfer teknologi dari Airbus military pada PTDI.
“Apalagi NC 212i bukanlah sebuah produk unggulan PTDI karena Type Certificate of Aircraft atau lisensinya adalah milik Airbus Military dan PTDI harus membayar royalty ke Airbus Defence and Space untuk setiap unit pesanan NC212i yang diproduksi oleh PTDI dan seharusnya tanpa ada resiko denda keterlambatan dari para pemesan NC 212i yang keterlambatan lebih disebabkan pihak Airbus military,” bebernya.
Selain itu, jelas Sofyano, tidak ada kebanggaan bagi Indonesia khususnya PTDI kalau memproduksi perakitan NC 212i dan malah menguntungkan Airbus Military Karena kalau Airbus Defence and Space terlambat kirim spare part dalam produksi NC 212i oleh PTDI justru PTDI yang kena denda oleh konsumennya.
Padahal, tegas dia, sesuai paparan jajaran direksi PTDI di depan Presiden Joko Widodo terkait produk pesawat N219 yang sudah siap seharusnya PTDI mempercepat first flight N 219 (kapasitas sekelas NC 212i) agar bisa dipasarkan ke negara lain.
“Patut dicurigai seoertinya Ada indikasi BOD saat ini sengaja tidak mau fokus untuk melalukan penyelesaian produk pesawat N 219.hal ini disebabkan .lebih baik menjadi assembling produk pesawat negara lain dibandingkan produk hasil karya anak bangsa,” tandasnya.
Karena itu, etgas Sofyano, Puskepi mendesak Presiden Joko Widodo untuk meminta Menteri BUMN agar mengevaluasi PTDI terutama jajaran produksi agar lebih baik lagi kedepanya supaya PTDI menjadi kebanggaan bangsa. (Red)