
Nusa Dua – Kekhawatiran sejumlah kalangan bahwa Musyawarah Nasional (Munas) Partai Golkar ke-9 di Nusa Dua Bali, 30 November-3 Desember 2014, tidak berlangsung fair dan demokratis telah menjadi kenyataan.
Para pendukung Aburizal Bakrie (ARB) melakukan berbagai cara untuk memenangkan ARB menjadi ketua umum (ketum) Golkar periode 2014-2019.
Di antaranya adalah, pertama, kelompok yang tidak mendukung ARB sebagai calon ketum Golkar periode mendatang diakali oleh panitia penyelenggara Munas. Mereka tidak memperoleh materi Munas seperti jadwal acara, tata tertib, draf sidang komisi hingga pembukaan dimulai Senin malam (30/11/2014).
Akibatnya, mereka kebingungan dan sulit merumuskan langkah-langkah dalam dinamika Munas. Sementara pihak yang mendukung ARB sudah mendapatkannya.
Kedua, ini yang lebih penting, pendukung ARB berupaya menjegal pencalonan Airlangga Hartarto sebagai ketum Golkar dengan melanggar Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) yang merupakan konstitusi partai.
Penjegalan ini akan dilakukan dengan cara membuat pemilihan ketum tidak melalui mekanisme pemungutan suara (vooting), melainkan klaim sepihak bahwa ARB dipilih secara aklamasi melalui surat dukungan dari pemilik suara.
Dalam AD/ART Golkar, syarat untuk mencalonkan diri menjadi ketum partai adalah memperoleh surat dukungan minimal 30 persen (169) dari pemilik suara. Setelah itu dilakukan pemilihan tertutup, bukan terbuka, untuk memperebutkan 563 suara.
Tetapi para pendukung ARB melanggar AD/ART dengan memperlakukan surat dukungan sebagai surat suara. Jadi, ARB yang diperkirakan akan mendapat surat dukungan lebih 50 persen plus 1 (283) akan ditetapkan sebagai ketum baru secara aklamasi, tanpa melalui pemilihan tertutup.
Dengan demikian, Airlangga Hartarto yang sudah mengantongi 254 surat dukungan dijegal menuju kursi ketum Golkar.
Cara penjegalan lainnya adalah mengubah mekanisme pemungutan surat tertutup, menjadi terbuka. Dengan cara ini, pemilik suara terbanyak, yakni Dewan Pimpinan Daerah Tingkat II (DPD II) Golkar (519 suara) akan takut dipecat kalau memilih Airlangga Hartarto. Lain halnya kalau pemungutan suara tertutup, DPD II dapat menyalurkan aspirasinya dengan bebas, tanpa takut dipecat.
Menyaksikan berbagai upaya penjegalan terhadap Airlangga Hartarto ini, Ketua DPP Golkar Melchias Marcus Mekeng mengutarakan kegusarannya. “Munas Golkar kali ini keterlaluan, penuh dengan manipulasi untuk memenangkan ARB. Munas ini juga tidak fair dan demokratis,“ sentilnya.
Mekeng khawatir berbagai manipulasi ini akan memperbesar pertikaian yang kini terjadi pada Golkar, yang akhirnya membuat Golkar terpuruk makin dalam. (Pur)