Kamis, 25 April 24

Ahok Cetak Sejarah Lakukan Penggusuran Paling Brutal

Ahok Cetak Sejarah Lakukan Penggusuran Paling Brutal
* Penggusuran di Kampung Pulo, Jakarta Timur, Jumat (21/8/2015). (Foto: Edwin B/Obsessionnews.com)

Oleh: Muchtar Effendi Harahap, Peneliti Senior Network for South East Asian Studies (NSEAS), dan alumnus Program Pasca Sarjana Ilmu Politik, Universitas Gadjah Mada (UGM),  Yogyakarta, tahun 1986
Kalangan pendukung buta Ahok acap kali mengklaim Gubernur DKI Jakarta ini bekerja untuk rakyat, jujur, bersih, dan sebagainya. Bahkan, ada pendukung buta Ahok mengklaim Ahok sungguh sangat peduli dengan HAM (Hak Azasi Manusia). Padahal klaim pendukung buta Ahok ini tidak faktual alias fiksi. Justru Ahok gemar menggusur paksa rakyat secara besar-besaran dan melanggar prinsip HAM.

Gubernur baru harus terbebas dari kegiatan penggusuran paksa rakyat baik dari tempat tinggal maupun tempat usaha. Mengapa? Karena kegiatan itu menindas, merugikan, menyakitkan hati rakyat, dan melanggar prinsip HAM.

Sebagai negara demokratis, harus menegakkan HAM terhadap siapa saja, termasuk tentunya rakyat Indonesia.

Begitu pula Gubernur baru DKI, harus menegakkan prinsip HAM dalam mengelola pemerintahan dan rakyat DKI. Gubernur baru harus melaksanakan program dan kegiatan beradab, bukan menggunakan kekerasan polisional dan militeristik menggusur rakyat.

Gubernur baru dalam mengambil keputusan urusan pemerintahan, harus benar-benar mempertimbangkan prinsip-prinsip kebijakan publik. Yakni harus mempertimbangkan kepentingan masyarakat, tidak semata kepentingan negara, apalagi kepentingan pelaku usaha.

Tingkat prestasi atau keberhasilan mengurus penegakan HAM, dapat diukur dari jumlah pengaduan dan korban dari rakyat DKI.

Sebagai pembanding sewaktu Fauzi Bowo menjadi Gubernur DKI tahun 2012, jumlah pengaduan rakyat DKI atas pelanggaran HAM sebanyak 75 pengaduan dengan 2.130 korban.

Era Pemprov DKI 2013-2017 meningkat drastis, terutama sejak melaksanakan penggusuran paksa rakyat dengan berbagai dalih dan alasan pembenar.

Pada 2015 Pemprov DKI di bawah kepemimpinan Ahok menerima sebanyak 103 pengaduan dengan 20.784 korban.

Dalam hal penggusuran paksa rakyat tahun 2015, rakyat korban pelanggaran HAM kian bertambah drastis.

CNN Indonesia (13/4/2016) membeberkan penggusuran secara paksa di Ibu Kota semakin masif dilakukan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Terlebih menjelang Pilkada 2017. Kasus terbaru terjadi di kawasan Pasar Ikan, Penjaringan, Jakarta Utara.

Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta Alghiffari Aqsa mengatakan, penggusuran paksa merupakan salah satu bentuk pelanggaran berat HAM. Sesuai Konferensi Pemukiman Manusia PBB, komunitas internasional telah mengakui penggusuran paksa sebagai persoalan serius.

Di mata Alghiffari, Ahok telah melakukan penggusuran paksa sebanyak 113 kasus sepanjang 2015. Penggusuran itu merugikan 8.315 kepala keluarga dan 6.000 unit usaha.

Alghiffari menegaskan, sebanyak 84% penggusuran dilakukan secara sepihak tanpa musyawarah; 76% penggusuran paksa dilakukan tanpa solusi layak.

Sebelumnya pengacara publik LBH Jakarta Alldo Fellix Januardy (rimanews (18/12/2015) menunjukkan indikator lain Ahok melanggar HAM. Pada level makro, hak 9 juta warga DKI atas kebebasan berpendapat juga dirampas dengan penerbitan Peraturan Gubernur Nomor 228 tahun 2015 tentang Pengendalian Penyampaian Pendapat di Muka Umum. Peraturan ini membatasi lokasi demonstrasi hanya diperbolehkan pada tiga titik yang ditunjuk oleh Pemprov DKI. Yaitu 1. Alun-Alun Demokrasi MPR/DPR; 2. Parkir Timur Senayan; dan 3. Silang Selatan Monumen Nasional. Meski telah direvisi dengan Peraturan Gubernur Nomor 232 tahun 2015, pokok-pokok pengaturan mengenai pembatasan demokrasi masih terkandung di dalam peraturan baru.

Selanjutnya (KBR, 15/09/2016) menyajikan penilaian Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) tentang Ahok melakukan pelanggaran HAM dalam setiap praktik penggusuran di Jakarta. Komisioner Komnas HAM Hafid Abbas menjelaskan, Ahok melanggar sejumlah prinsip HAM PBB karena tidak melakukan dialog dengan warga, menghilangkan hak warga untuk mendapatkan tempat tinggal dan penghidupan yang layak, serta mengerahkan TNI dan Polri dalam proses penggusuran.

“Dari pandangan Komnas HAM itu pelanggaran HAM karena hak untuk tempat tinggal hilang, terganggu akses untuk kesempatan kerja karena dia pindah tempat yang lain, anaknya terganggu untuk pendidikan, dan juga rawan terhadap timbulnya konflik sosial,” tandas Hafid.

Ia pun menjelaskan, dalam panduan PBB disebut negara harus menghindari penggusuran semaksimal mungkin karena tindakan itu merupakan pelanggaran HAM.

Satu kritik keras terhadap Fauzi Bowo, yakni ia dinilai kerap melakukan penggusuran. Kritik ini kian mencuat saat suasana Pilkada 2012. Bahkan, ada aksi tolak gubernur penggusur di depan Balai Kota DKI.

Saat itu paslon Jokowi-Ahok berusaha membuat citra berbeda dengan Fauzi Bowo. Jokowi-Ahok berjanji akan menata tanpa melakukan penggusuran . Dalam debat Cagub-Cawagub Pilkada DKI 2012, Jokowi bahkan mengungkapkan hunian-hunian seperti di Kali Ciliwung akan didesain menjadi Kampung Susun, berbeda dengan Rumah Susun dan itu mudah untuk dilakukan hanya bergantung pada niatnya saja. Jokowi juga menandatangani kontrak politik untuk melakukan penataan tanpa penggusuran.

Faktanya, setelah Pemprov DKI di bawah kekuasaan Ahok, janji-janji kampanye itu diingkari. Ahok kerap melakukan penggusuran dan bahkan ia disebut mencetak sejarah melakukan penggusuran paling brutal di Jakarta.

Gubernur baru DKI harus terbebas dari kelakuan Ahok yang gemar menggusur paksa rakyat dan melanggar prinsip HAM. (***)

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.