
Jakarta – PT Pertamina (Persero) mempersiapkan pembatasan penyaluran bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi mulai Agustus 2014. Selain SPBU di jalan tol tidak lagi menjual BBM bersubsi. Penjualan solar bersubsidi di semua SPBU hanya pukul 18.00-20.00 WIB.
Direktur Pemasaran dan Niaga Pertamina Hanung Budya mengatakan, Pertamina akan memangkas alokasi solar bersubsidi hingga 20%. Caranya, Pertamina akan membatasi penjualan solar di semua SPBU mulai pukul jam 18.00-20.00
Pembatasan akan dilakukan demi menjaga kuota BBM bersubsidi sebesar 46 juta kiloliter (kl).
Menurut Hanung, begitu Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas (BPH Migas) mengeluarkan perintah, Pertamina akan langsung mengimplementasikan pembatasan tersebut.
“Supaya 46 juta kl enggak lewat. Premium kalau enggak dibatasi akan over. Rencananya, nanti di stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) jalan tol tidak ada premium bersubsidi. Jalan tol itu kan paling gampang, enggak ada angkot. Habis Lebaran dilakukan,” kata dia di Jakarta kemarin.
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM Edy Hermantoro juga telah menginstruksikan kepada BPH Migas untuk mengganti jumlah nozzle dispenser SPBU di tol dengan BBM nonsubsidi.
Langkah ini merupakan salah satu cara yang dilakukan pemerintah guna menekan konsumsi BBM bersubsidi. Edy menilai, kendaraan bermotor yang melewati jalan bebas hambatan adalah milik masyarakat yang tergolong mampu.
Untuk itu, mekanisme pengurangan nozzle untuk BBM bersubsidi di tol merupakan hal yang tepat agar penyerapan BBM bisa tepat sasaran.
“Yang lewat tol tentu sudah punya kemampuan,” tandasnya. Kepala BPH Migas Andy Noersaman Sommeng mengaku siap menerapkan pengawasan terhadap pengurangan nozzle pada dispenser BBM bersubsidi di seluruh SPBU.
Penerapan kebijakan ini dinilai sebagai salah satu cara pemerintah untuk menekan konsumsi BBM bersubsidi di Tanah Air.
Apalagi, kuota BBM bersubsidi di 2014 telah terpangkas sebesar 2 juta kl menjadi 46 juta kl. Andy menuturkan, dalam waktu dekat pengurangan nozzle ini diawali di Jakarta Pusat. “Upaya ini diharapkan dapat menstimulus pengendalian penggunaan BBM bersubsidi,” kata dia.
Terkait pengurangan konsumsi, Menteri ESDM Jero Wacik sebelumnya mengatakan bahwa pemerintah akan menyediakan insentif berupa pembebasan bea masuk alat konversi (converter kit) untuk mempercepat program konversi energi dari BBM ke bahan bakar gas (BBG).
“Saya sudah bicara dengan Menteri Perindustrian. Kalau bisa kita berikan insentif sampai bea keluar nol untuk converterkit sehingga mereka mau jualan,” kata Jero baru-baru ini.
Menurut Jero, untuk mempercepat pelaksanaan program konversi BBM ke BBG, pemerintah akan secara bertahap mengubah sistem bahan bakar pada kendaraan roda empat menjadi dual fuelatau bisa menggunakan BBM maupun BBG.
Pemerintah berencana mengajak Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) untuk keperluan tersebut. Jero mengatakan bahwa keterlibatanGaikindodiharapkandapat menambah keyakinan masyarakat terhadap sistem dual fuel. Nantinya, converter kit akan dipasang di semua bengkel resmi anggota Gaikindo.
Pasokan Dijamin
Sementara, Senior Vice President Fuel Marketing Pertamina Muhammad Iskandar mengatakan, beberapa langkah antisipasi disiapkan untuk memastikan kelancaran pasokan BBM dan elpiji di berbagai wilayah di Indonesia yang diperkirakan akan mengalami peningkatan permintaan selama Ramadan dan Hari Raya Idul Fitri 1435 H. Pertamina memperkirakan, konsumsi premium naik 5,1% dari rata-rata harian normal 80.155 kl menjadi 84.242 kl; avtur naik 7,2% dari rata-rata harian normal 10.619 kl menjadi 11.536 kl, dan elpiji naik 6,4% dari rata-rata harian normal 19.057 metrik ton (MT) menjadi 20.278 MT.
Adapun, solar diperkirakan turun 16,9% dari rata-rata harian normal 43.057 kl menjadi 36.151 kl. Iskandar menuturkan, Pertamina terus menjaga stok BBM dan elpiji nasional dalam kondisi aman selama arus mudik dan balik Lebaran dengan ratarata stok premium 17,6 hari; solar 20,7 hari; avtur 27,6 hari; pertamax 53 hari; pertamax plus 37,6 hari; dan elpiji 17,1 hari.
“Estimasi puncak arus mudik diperkirakan terjadi pada H- 1 dengan konsumsi premium 109.279 kl atau meningkat 36% dari rata-rata konsumsi normal dan pada puncak arus balik pada H+5 dengan konsumsi premium 105.063 kl atau meningkat 31% dari rata-rata konsumsi normal,” pungkas Iskandar.