Sabtu, 3 Juni 23

Agar Kasus Sukhoi Tak Terjadi Lagi, Kemenkominfo dan Kemenhub Sepakati Soal Frekuensi Radio

Agar Kasus Sukhoi Tak Terjadi Lagi, Kemenkominfo dan Kemenhub Sepakati Soal Frekuensi Radio

Gia

Jakarta– Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) dan Kementerian Perhubungan (Kemenhub) menandatangani kesepakatan mengenai penggunaan spektrum frekuensi radio di penerbangan. “Kesepakatan ini berawal dari kasus Sukhoi yang mana saat itu banyak pengamat yang berpendapat penyebab kecelakaan karena penggunaan ponsel di pesawat dan masuknya frekuensi broadcasting,” jelas Dirjen Perhubungan Udara, Hari Bakti di Hotel Sari Pan Pasific, Jakarta, Jumat  (26/4/2013).

 

Kesepakatan ini juga kata dia menjadi rekomendasi Komisi I DPR sehingga di masa mendatang tak ada masalah lagi terkait frekuensi sebagai penyebab kecelakaan pesawat.  Kondisi penerbangan di tanah air lanjut dia sudah demikian berkembang, yang mana sampai hari ini terdapat 72 juta penumpang domestik, dan trafik 1 juta per tahun untuk pesawat besar dan 300.000 untuk pesawat kecil.

Dalam melakukan penerbangan, pesawat itu menggunakan frekuensi radio direntang 110 MH7-180 MHz yang mana itu sangat berhimpitan dengan broadcasting.

“Indonesia perlu mengimplementasikan frekuensi penerbangan yang seragam di seluruh dunia karena pesawatnya juga terbang ke negara-negara lain,” tegasnya.

Kemenhub ujar dia bersedia membantu Kemenkominfo untuk melakukan sweeping pada stasiun di bumi yang memancarkan frekuensi radio yang berpotensi mengganggu penerbangan.

Dirjen Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika (SDPPI) Muhammad Budi Setiawan menambahkan pihaknya terus menjalin kesepakatan dengan semua pihak, termasuk kemenhub, kemenhan, dan lainnya karena frekuensi merupakan sumber daya yang terbatas sehingga pemanfaatannya harus dikendalikan.

“Kami meminta balai monitoring di daerah untuk menjalin kerja sama dengan operator penerbangan demi keselamatan penumpang,” imbuhnya.

 

Dalam kesempatan tersebut Budi juga mengatakan, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) tengah mengkaji aturan penyediaan layanan telekomunikasi di dalam pesawat, terutama menyangkut teknologi, aspek bisnis, dan penarifan.

 

“Sudah banyak operator dan vendor yang mengajukan izin menyediakan layanan seluler di pesawat menggunakan frekuensi yang digunakan untuk penerbangan. Secara teknologi tidak masalah. Namun, yang akan kita atur adalah aspek bisnis, seperti interkoneksi, penarifan, dan jumlah operator yang bisa memberi layanan dalam satu pesawat,” terangnya.

 

Menurut dia, sudah ada vendor pesawat seperti Boeing dan vendor TI yaitu Panasonic yang sudah menyediakan fasilitas itu. Namun, tambahnya, karena di Indonesia regulasinya belum mengizinkan, maka setiap kali melewati wilayah Indonesia, layanan telekomunikasi dalam pesawat itu seharusnya dimatikan.

 

“Maskapai yang sudah mengajukan sertifikasi untuk pemberian layanan telekomunikasi dalam pesawat adalah Garuda dan Lion,” kata Hari.

 

Oleh karena itu imbuh Hari harus disertifikasi, terutama menyangkut peralatan yang ada, karena menyangkut keselamatan penumpang.

 

Ketua Umum Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) Sammy Pangerapan mengimbuhkan menelepon dalam pesawat seharusnya dilarang karena sangat mengganggu kenyamanan penumpang lainnya.

“Kalau dari sisi teknologi memang tidak masalah, tetapi seharusnya mempertimbangkan aspek etika juga,” pungkasnya. (rud)

 

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.