Rabu, 22 Maret 23

Agar Jera, Pemiskinan Koruptor Perlu Dibuat UU

Agar Jera, Pemiskinan Koruptor Perlu Dibuat UU

Subang, Obsessionnews – Dosen Hukum Pidana Fakultas Hukum (FH) Universitas Subang (Unsub) Jawa Barat, Nur Kholim menegaskan, perlu ada koreksi hukum atas pelaku tindak pidana korupsi agar sanksi hukumnya bisa seberat-beratnya atau penjatuhan sangsi pidananya yang paling berat kepada terpidana koruptor.

Itulah hukuman yang paling mungkin membuat para koruptor jera dan membuat orang lain berusaha tidak melakukan tindak pidana korupsi.“Jangan pidana untuk koruptor itu setahun, dua tahun atau lima tahun,” tandas Nur Kholim kepada Obsessionnews, Jumat (10/4/2015).

Sementara hukuman berat yang mencapai belasan tahun bahkan vonis pencabutan hak politik kepada pelaku koruptor dianggap kurang populer. “Yang paling mungkin pidananya saja diperberat,” tegasnya.

Kemudian, lanjut dia, upaya pemiskinan kepada koruptordinilai masih merupakan angan-angan. Karena metode yang diterapkannya rumit perlu penanganan ilmiah dan pembahasan lebih lanjut. Sedangkan mereka punya harta yang sah atau halal dan tidak terkait dengan tindak pidana korupsi.

“Bagaimana dengan harta mereka yang halal? Itu juga belum jelas, ‘kan? Itu perlu dikaji,” paparnya. “Terlebih mereka juga pandai ‘menyembunyikan’ harta haramnya.”

Oleh karena itu, menurut Nur Kholim, metode pemiskinan perlu dituangkan dengan jelas dalam undang-undang supaya penerapan metodenya menjadi jelas. “Jangan hanya dilontarkan, Pemiskinan… Pemiskinan… Tetapi metodenya tidak jelas. Ya sulit juga menerapkannya. Penegakkan hukum juga harus cantik dan apik,” tambahnya.

Hal ini menanggapi bagaimana mencari cara yang tepat membuat koruptor jera, karena hingga kini baik pejabat eksekutif, yudikatif maupun anggota DPR RI masih juga tidak takut melakukan tindak pidana korupsi, meski sudah banyak yang tertangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Yang terbaru, kemarin, Anggota DPR RI saat mengikuti Kongres PDI-P ditangkap tangan oleh KPK terkait kasus suap.

Menurut Nur Kholim, penangkapan orang yang pantas ditangkap walaupun didalam acara (kongres) yang seperti itu sah-sah saja asalkan dilakukan secara etis dan santun. “Saya pikir dalam acara seperti itu bukan suatu larangan untuk ditangkap,” tuturnya.

Sebagaimana diberitakan, KPK telah melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) pada saat pelaksanaan Kongres ke-4 PDI-P di Sanur Bali, Kamis malam (9/4/2015). Diduga penangkapan itu terkait kasus penyuapan.

Pimpinan Plt KPK Johan Budi membenarkan bahwa penyidik telah melakukan OTT, politisi PDI-P yang ditangkap itu adalah anggota DPR. Dari informasi yang dihimpun yang bersangkutan adalah anggota Komisi IV berinisial “A” dari daerah pemilihan Kalimantan II. “Memang yang ditangkap diduga anggota DPR,” ujar Johan, Jumat (10/4/2015).

Diungkapkan, A diduga menerima uang dari salah seorang polisi berpangkat Briptu. Namun belum diketahui, apakah polisi itu hanya sebagai perantara atau pelaku utama. Yang pasti ditangan orang tersebut KPK berhasil mengamankan barang bukti uang sekitar Rp517 juta, dalam bentuk dollar. “Ada sejumlah uang ‎dalam bentuk uang dollar Singapura,” katanya. (Teddy Widara)

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.