Jakarta – Isu mengenai kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi masih menjadi perdebatan di kalangan pakar ekonomi. Ada pihak yang setuju agar pemerintah tetap menaikkan harga BBM, tapi banyak juga pihak yang menolak kenaikan harga BBM karena dipercaya akan membebani masyarakat.
Dilema ini yang nantinya akan dihadapi oleh presiden terpilih Jokow Widodo (Jokowi). Untuk memecahkan persoalan tersebut, pengamat ekonomi Ichsanuddin Noorsy mengatakan ada lima tantangan Jokowi yang harus dihadapi apa bila mau menaikan BBM.
“Pertama, perbaiki tingkat kepatuhan pajak yang rendah. Punya kesempatan jangan berikan kesempatan perusahaan lakukan strategi tranfer pricing. Jangan biarkan restitusi pajak atau manipulasi pajak,” kata Ichsanuddin pada saat menghadiri acara diskusi Mafia Migas di Jakarta, Selasa (9/9/2014).
Jika tantangan itu sulit untuk dijangkau, Jokowi harus melakukan optimalisasi belanja. Menurutnya, banyak anggaran yang dipakai oleh pejabat negara yang sia-sia atau kurang manfaatnya. Seperti perjalanan dinas, sampai keluar negeri, rapat-rapat yang tidak efektif dan sebagainya.
Kemudian Ketiga kata Icshanuddin, Jokowi harus memberhentikan penjualan otomotif di Jawa, dan mengalihkannya ke luar pulau Jawa dan mengekspornya. Hal tersebut dilakukan karena lifting minyak relatif terus menurun jika terjadi pemerataan sehingga tidak ada lg kelangkaan minyak di daerah.
Apabila, belum bisa dilakukan Jokowi segera mungkin melakukan konversi BBM ke BBG. Ichsan yakin Jokowi mampu melakukan konversi karena Jokowi mampu membuka SPBG di Jakarta. Selebihnya tidak menutup kemungkinan bisa dilakukan di daerah.
“Pada saat yang sama perbaiki lalu lintas, lalu lintasnya membaik. Koversi dilakukan dan trasnportasi dilakuikan,” tutur dia.
Yang terakhir atau kelima, menurut Ichsanuddin adalah dengan mengganti pembangkit listrik disel menjadi pembangkit listrik tenaga gas. Cara ini juga dinilai efektif untuk mengurangi beban masyarakat jika harus menaikan BBM. (Abn)
