Senin, 25 September 23

Ada Enam Usulan Revisi Perppu Pilkada

Ada  Enam Usulan Revisi Perppu Pilkada

Jakarta, Obsessionnews – Dari hasil quick poll dan Focus Group Discussion (FGD) menjaring enam usulan terkait revisi Perppu No. 1 tahun 2014 tentang Pemilihan kepalada daerah (Pilkada) . Yang pertama mayoritas publik tidak menginginkan terlalu banyak dan terlalu lama kepala daerah dijabat oleh pejabat sementara yang ditunjuk pemerintah pusat.

“‪Kedua, konsekwensi dari tak menginginkan terlalu banyak dan terlalu lama kepala daerah dijabat oleh pejabat sementara yang ditunjuk pemerintah pusat,” ujar Peneliti Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA‬, Fitri Hari di kantornya, Jl Pemuda, Jakarta Timur, Selasa (10/2/2015).

Menurut dia, pilkada serentak sebaiknya dilakukan lebih sering agar jarak antara selesainya masa jabatan kepala daerah dan jadwal pilkada serentak selanjutnya tidak terlalu lama. Fitri mengatakan sebanyak 63.20% menginginkan pilkada serentak dalam lima tahun itu minimal tiga kali. Hanya 15.30 % yang menginginkan pilkada serentak itu dua kali selama lima tahun. Hanya 9.80% yang menginginkan pilkada serentak satu kali dalam lima tahun. Sisanya, 11.70% tak menjawab atau tidak tahu.

“Jika siap bisa dimulai di akhir 2015 (empat kali pilkada serentak). Jika tak siap, bisa dimulai di awal 2016 (tiga kali pilkada serentak),” katanya.

‪Ketiga, masih kata Fitri, publik menginginkan pilkada dilangsungkan hanya dalam satu putaran saja. Pada Perppu no. 1 tahun 2014 pasal 107 ayat 1,2, dan 3 diatur mengenai kemungkinan pilkada berlangsung satu putaran atau lebih. Padahal sebanyak 53% menginginkan pilkada hanya dilaksanakan dalam satu putaran saja, berapapun prosentase kemenangannya.

“Pilkada pun dapat selesai lebih cepat, lebih efisien karena tak memerlukan putaran kedua,” jelasnya.

‪Keempat, tambah dia, mayoritas publik juga masih menginginkan calon independen (perseorangan) tetap dapat mengikuti Pilkada. Sebanyak 55.30% menyatakan tidak setuju jika calon kepala daerah dari jalur perseorangan ditiadakan. Hal ini mengindikasikan bahwa mayoritas publik tidak setuju jika rekruitmen calon kepala daerah hanya dibatasi oleh partai saja.

“Setiap warga negara harus diberikan hak seluas luasnya untuk bisa juga mencalonkan diri di luar partai politik,” terangnya.

‪Kelima, dalam Perppu no. 1 tahun 2014 juga diatur mengenai pelarangan bagi mereka yang masih mempunyai hubungan kekerabatan dengan petahana untuk mengikuti Pilkada. Mayoritas publik (53.75%) tidak setuju hal terhadap hal tersebut.

Pelarangan mengikuti pilkada bagi yang mempunyai hubungan kekerabatan dengan politik dinasti dianggap sebagai pelanggaran Hak Asasi Manusia. “Bahkan di negara demokrasi maju, anak kandung presiden tetap bisa maju sebagai calon presiden,” ungkap Fitri.

‪Keenam, masih kata Fitri, mayoritas publik juga masih menginginkan pemilihan kepala daerah dilaksanakan dalam satu paket dengan wakil pemerintah daerah. Sebanyak 53.71% publik menginginkan Pilkada tetap dilaksanakan untuk memilih salah satu pasangan calon.

“Ini perlu menjadi bahan pertimbangan untuk merevisi Perppu no. 1 tahun 2014 yang mengatur bahwa pemilihan kepala daerah hanya untuk memilih calon kepala daerah saja, tanpa wakil sebagai satu paket pasangan calon,” katanya.

‪Dia menjelaskan, sebelum revisi undang-undang Pilkada langsung disahkan oleh DPR, publik menginginkan hak-hak demokrasi mereka tetap dipenuhi. Perbaikan undang-undang yang dibuat diharapkan dapat menjadi next step dalam kehidupan berdemokrasi di Indonesia. “Saatnya undang-undang dirumuskan dengan terlebih dahulu menyerap aspirasi publik dan mendengar alasannya,” pungkas Fitri. (Purnomo)

Related posts