Sabtu, 20 April 24

7 Hukuman Koruptor Terberat yang Pernah Ditangani KPK

7 Hukuman Koruptor Terberat yang Pernah Ditangani KPK

Jakarta – Tindak Pidana Korupsi masih menjadi salah satu kejahatan luar biasa yang harus ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Korupsi disebut sebagai kejahatan luar biasa karena telah melanggar hak ekonomi sosial masyarakat. Rakyat menjadi korban akibat anggaran negara ditilep para koruptor.

‎Oleh sebab itu, layak jika koruptor dihukum seberat-beratnya, hukuman mati atau seumur hidup. Hal ini untuk memberikan efek jera bagi pelaku krouspi dan dapat memenuhi rasa keadilan masyarakat.

Namun apakah selama ini, hukuman terhadap para koruptor sudah sesuai dengan rasa keadilan di masyarakat. Berikut beberapa koruptor yang mendapatkan vonis tertinggi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).

Pertama adalah, kasus korupsi yang menjerat ‎mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, M Akil Mochtar, yang sudah terbukti menerima hadiah atau janji terkait pengurusan sengketa pemilihan kepala daerah (pilkada) dan tindak pidana pencucian uang.

Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) telah menjatuhkan vonis terhadap Akil dengan hukuman seumur hidup. Hakim menyatakan, Akil terbukti menerima suap terkait empat dari lima sengketa pilkada sesuai dengan dakwaan yang pertama.

Masing-masing yakni penanganan ‎sengketa Pilkada Kabupaten Gunung Mas dengan nilai suap (Rp 3 miliar), Kalimantan Tengah (Rp 3 miliar), Pilkada Lebak di Banten (Rp 1 miliar), Pilkada Empat Lawang (Rp 10 miliar dan 500.000 dollar AS), dan Pilkada Kota Palembang (sekitar Rp 3 miliar).

‎Dalam dakwaan kedua Hakim menyebut, Akil terbukti menerima suap terkait sengketa Pilkada Kabupaten Buton (Rp 1 miliar), Kabupaten Pulau Morotai (Rp 2,989 miliar), Kabupaten Tapanuli Tengah (Rp 1,8 miliar), dan menerima janji pemberian terkait keberatan hasil Pilkada Provinsi Jawa Timur (Rp 10 miliar).

Sedangkan dalam dakwaan ketiga, mantan anggota DPR ini juga terbukti menerima Rp 125 juta dari Wakil Gubernur Papua periode tahun 2006-2011, Alex Hesegem. Pemberian uang itu terkait sengketa Pilkada Kabupaten Merauke, Kabupaten Asmat, Kabupaten Boven Digoel, Kota Jayapura, dan Kabupaten Nduga.

Selain itu, hakim juga menyatakan bahwa Akil terbukti menerima uang dari adik Gubernur Banten Atut Chosiyah, Tubagus Chaeri Wardana, sebesar Rp 7,5 miliar, sebagaimana dakwaan keempat. Uang tersebut terkait pengurusan sengketa Pilgub di Provinsi Banten.

Kedua, ‎adalah kasus korupsi yang menjerat mantan Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Luthfi Hasan Ishaaq. Majlis hakim Tipikor ‎menjatuhkan divonis 16 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider kurungan 1 tahun penjara.

Hakim menyebut, Luthfi bersama rekannya, Ahmad Fathanah, terbukti menerima suap Rp 1,3 miliar dari Direktur Utama PT Indoguna Utama, Maria Elizabeth Liman, terkait kepengurusan penambahan kuota impor daging sapi di Kementerian Pertanian. Uang itu diterima Luthfi saat dirinya menjabat anggota Komisi I DPR RI dan Presiden PKS.

Selain itu, hakim juga menyatakan Akil terbukti melakukan tindak pidana pencucian uang saat menjabat anggota DPR RI 2004-2009 dan setelah tahun tersebut. Luthfi dianggap terbukti menyembunyikan harta kekayaannya, menempatkan, mentransfer, mengalihkan, atau membayarkan.

‎Jaksa Penuntut Umum KPK menjelaskan bahwa pemberian uang Rp 1,3 miliar tersebut dilakukan agar Luthfi memengaruhi pejabat Kementan sehingga memberikan rekomendasi atas permintaan tambahan kuota impor daging sapi sebanyak 8.000 ton yang diajukan PT Indoguna Utama dan anak perusahaannya.

Akil kemudian mengajukan banding. Namun sayangnya Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menolak banding yang diajukan oleh Akil, dan ia tetap dihukum 16 tahun penjara.

Ketiga, adalah kasus korupsi yang menjerat teman dekat Luthfi Hasan Ishaaq, Ahmad Fathanah. Pria kelahiran makasar ini dijatuhi vonis 14 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan oleh Pengadilan Tipikor.

Majlis hakim ‎menyebut, Fathanah dianggap terbukti menerima uang Rp 1,3 miliar dari Direktur PT Indoguna Utama terkait kepengurusan kuota impor daging sapi. Sebagai orang yang punya latar belakang pengusaha, Fathanah disebut punya peran penting menghubungkan Luthfi dengan Direktur PT Indonguna Maria Elizabet Liman.

Vonis Fathanah lebih rendah dari tuntutan Jaksa yaitu 17,5 tahun dan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan penjara untuk tindak pidana. Sementara itu, dalam kasus tindak pidana pencucian uang, Fathanah didenda Rp 1 miliar subsider 1 tahun 6 bulan kurungan.

‎Keempat, adalah kasus korupsi yang menjerat mantan Kepala Korps Lalu Lintas Kepolisian RI, Inspektur Jenderal (Pol) Djoko Susilo. Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta telah menjatuhkan vonis 10 tahun penjara ditambah denda Rp 500 juta subsider enam bulan kurungan.

Hakim menilai Djoko terbukti melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama yang merupakan gabungan perbuatan dalam pengadaan proyek simulator ujian surat izin mengemudi roda dua dan roda empat. Djoko juga dianggap terbukti melakukan tindak pidana pencucian uang untuk periode 2003-2010 dan 2010-2012.

Putusan ini sempat mencitrdai rasa keadilan masyarakat. Pasalnya vonis yang dijatuhkan hakim lebih ringan dibandingkan tuntutan jaksa KPK yang meminta Djoko dihukum 18 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider satu tahun kurungan.

Selain itu, majelis hakim juga membebaskan Djoko dari tuntutan membayar uang pengganti kerugian negara senilai Rp 32 miliar sebagaimana tuntutan jaksa KPK. Padahal, hampir semua aset Djoko yang dianggap berasal dari tindak pidana korupsi yang telah merampas uang negara  kecuali tiga hal, yakni tanah dan bangunan di Perumahan Tanjung Mas Raya atas nama Bunyani, Toyota Avanza perak atas nama Sonya, dan Toyota Avanza atas nama Zainal Abidin.

Kemudian, majelis hakim Pengadilan Tipikor juga menolak tuntutan jaksa KPK yang meminta agar hak politik Djoko untuk memilih dan dipilih dicabut. Hakim menilai, pencabutan hak politik tersebut berlebihan.

Menurut majelis hakim, Djoko terbukti melakukan tindak pidana korupsi dengan menyalahgunakan kewenangannya sehingga merugikan keuangan negara Rp 121 milyar dari proyek senilai Rp 196,8 milyar. Djoko terbukti memerintahkan panitia pengadaan agar pekerjaan simulator roda dua dan roda empat diberikan kepada PT Citra Mandiri Metalindo Abadi milik Budi Susanto.

Selain itu, menurut hakim, Djoko terbukti melakukan penggelembungan harga alat simulator SIM dengan menyusun harga perkiraan sendiri (HPS) bersama-sama Budi Susanto.

Kemudian hakim juga menyatakan Djoko terbukti melakukan tindak pidana pencucian uang dengan membeli aset yang diatasnamakan orang lain. Melihat waktu pembelian aset berdekatan dengan diterimanya uang Rp 32 miliar dari Budi, patut diduga aset-aset tersebut berasal dari tindak pidana korupsi proyek simulator SIM.

Meski sudah divonis 10 tahun penjara, Djoko bersama kuasa hukumnya mengajukan banding. Namun naas, Pngadilan Tinggi DKI Jakarta justru  memperberat hhukuman Djoko dari 10 tahun penjara menjadi 18 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar. Djoko juga diperintahkan membayar uang pengganti senilai Rp 32 miliar subsider lima tahun penjara.

Selain itu, PT DKI juga mencabut hak Djoko untuk memilih dan dipilih dalam jabatan publik. Pengadilan juga memerintahkan semua barang bukti yang telah disita dirampas untuk negara.

Kelima, adalah kasus korupsi yang menjerat mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Budi Mulya. Ia divonis oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi dengan hukuman 10 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 5 bulan kurungan penjara dalam kasus korupsi Bank Century.

Budi dinyatakan terbukti melakukan korupsi terkait pemberian fasilitas pendanaan jangka pendek (FPJP) kepada Bank Century dan penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik. Selain itu Budi juga terbukti menerima uang Rp 1 milyar dari mantan pemilik Bank Century Robet Tantular.

Budi dianggap telah merusak citra BI dan tidak memberi contoh yang baik sebagai pejabat BI. Selain itu, kerugian negara dalam kasus ini juga cukup besar, yaitu mencapai Rp 7 triliun.
Vonis ini lebih rendah dari tuntutan jaksa penuntut umum KPK. Sebelumnya Budi dituntut hukuman 17 tahun penjara dan denda Rp 800 juta subsider 8 bulan kurungan.

Keenam. Adalah kasus korupsi yang menjerat  Direktur PT Citra Mandiri Metalindo Abadi (PT CMMA) Budi Susanto. Budi Susanto, divonis delapan tahun penjara ditambah denda Rp 500 juta subsider enam bulan kurungan karena dianggap terbukti bersalah dalam menggelembungkan harga alat simulator SIM bersama Djoko Susilo.

Vonis tersebut lebih rendah dari tuntutan jaksa KPK, yaitu 12 tahun penjara ditambah membayar uang pengganti Rp 88,6 miliar. Ia disebut telah merugikan keuangan negara sebesar Rp 121,830 miliar berdasarkan perhitungan dari BPK RI.

Ketujuh, kasus korupsi yang menjerat ‎mantan Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas (SKK Migas), Rudi Rubiandini. Rudi divonis 7 tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider 3 bulan kurungan.

Hakim Pengadilan Tipikor menyatakan, Rudi terbukti menerima suap terkait pelaksanaan proyek di lingkungan SKK Migas dari bos Kernel Oil Singapura Widodo Ratanachaitong dan PT Kernel Oil Private Limited (KOPL) Indonesia sebesar 900.000 dollar AS dan 200.000 dollar Singapura.

Menurut hakim, uang yang diterima Rudi terbukti terkait pelaksanaan lelang terbatas minyak mentah dan kondensat bagian negara di SKK Migas. Selain itu, Rudi juga menerima uang dari Presiden PT Kaltim Parna Industri, Artha Meris Simbolon, sebesar 522.500 dollar AS.

Menurut hakim, uang itu diberikan agar Rudi memberikan rekomendasi atau persetujuan menurunkan formula harga gas untuk PT Kaltim Parna Industri (PT KPI). Sejumlah uang ini diterima Rudi melalui pelatih golfnya, Deviardi alias Ardi.

Kemudian tidak hanya itu, Rudi juga dinilai terbukti menerima uang dari sejumlah pejabat SKK Migas yakni, Wakil Kepala SKK Migas Johanes Widjonarko yang saat ini menjabat Kepala SKK Migas sebesar 600.000 dollar Singapura (SGD).

Kemudian dari Deputi Pengendalian Dukungan Bisnis SKK Migas, Gerhard Rumesser, sebesar 150.000 dollar AS dan 200.000 dollar AS. Uang 150.000 dollar AS dari Gerhard, diberikan Rudi kepada Waryono Karyo selaku Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM.

Selain itu, Rudi juga terbukti melakukan tindak pidana pencucian uang sebagaimana dakwaan ketiga. Rudi dianggap melanggar Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uangjo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 Ayat (1) KUHP.

Vonis Rudi lebih rendah dari tuntutan Jaksa yakni 10 tahun penjara, dan denda Rp 250 juta subsider 3 bulan kurungan.

Untuk beberapa kasus lain, seperti kasus korupsi Proyek Pembangunan Pusat Olahraga Hambalang, yang menjerat mantan Menteri Pemuda dan Olahraga Andi Mallarangeng, hakim Pengadilan Tipikor hanya memvonis 4 tahun penjara. Sama halnya dengan kasus yang menjerat mantan Bendahara Umum Demokrat Muhammad Nazaruddin, hakim juga hanya menjatuhkan hukuman 4 tahun penjara. Namun saat mengajukan banding PN DKI Jakarta, justru menjatuhkan Nazaruddin dengan hukuman 7 tahun penjara.

Penasihat KPK Abdullah Hehamahua pernah mengatakan setidaknya ada tiga penyebab  mengapa korupsi di Indonesia menjadi kejahatan luar biasa. Pertama, korupsi di Indonesia sifatnya transnasional. “Koruptor Indonesia banyak kirim uangnya ke negara lain,” ungkapnya.

Berdasarkan hasil penyelidikan KPK, 40 persen saham di Singapura adalah milik orang Indonesia. Hal ini menandakan orang terkaya di Singapure adalah orang Indonesia. Sayangnya Singapura hingga saat ini tak mau meratifikasi perjanjian ekstradisi dengan IIndonesia.

Kedua, lanjut Abdullah, untuk membuktikan kasus korupsi di Indonesia butuh usaha yang cukup besar, karena 50 persen kasus korupsi bentuknya penyuapan. Koruptor menyuap tak mungkin menggunakan tanda terima atau kuitansi. Secara hukum, pembuktiannya cukup sulit. .

Kemudian yang terakhir, dampak korupsi itu luar biasa. Misalnya dari sektor ekonomi, utang Indonesia di luar negeri mencapai Rp1.227 tiliun. Utang ini, jelasnya, dibayar tiga tahap, 2011 – 2016, 2016 – 2021, dan 2021 – 2042. Masalahnya, apakah kita dapat melunasinya pada 2042? sementara menjelang tahun itu banyak timbul utang-utang baru dari korupsi baru? (Abn)

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.