Jumat, 26 April 24

53 Tahun Golkar Jadi Sahabat Rakyat

53 Tahun Golkar Jadi Sahabat Rakyat
* Partai Golkar merayakan HUT ke-53 pada Jumat (20/10/2017). (Foto: Twitter @iipgolkar)

Jakarta, Obsessionnews.com –  Partai Golkar merayakan HUT-nya ke-53, Jumat (20/10/2017). Slogan “53 Tahun Golkar Menjadi Sahabat Rakyat” mewarnai HUT-nya.

Dalam rangkaian memperingati HUT ke-53 Golkar, Ketua Umum Golkar Setya Novanto berziarah ke makam salah satu pendiri Golkar di Taman Makam Pahlawan (TMP) Kalibata, Jakarta Selatan, Jumat (20/10).

setya novanto
Dalam rangkaian memperingati HUT ke-53 Partai Golkar, Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto berziarah dan berdoa di makam salah satu pendiri Golkar di Taman Makam Pahlawan (TMP) Kalibata, Jakarta Selatan, Jumat (20/10/2017). (Foto: Twitter @ampgberkarya)

Golkar partai politik (parpol) tertua dan berpengaruh besar di Indonesia. Meski dilanda berbagai badai, antara lain  kader-kadernya hengkang dan mendirikan partai baru, partai berlambang pohon beringin ini tetap eksis.

Dari rahim Golkar lahir Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI), Partai Demokrat, Partai  Partai Karya Peduli  Bangsa (PKPB),  Hanura, Partai Gerindra, Partai Nasdem, dan lain sebagainya. Kelahiran PKPI dibidani oleh Edi Sudrajat. Partai Demokrat didirikan oleh Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).  Sementara itu  PKPB didirikan oleh putri Presiden kedua RI Soeharto, Mbak Tutut.  Partai Hanura didirikan oleh Wiranto. Sedangkan Partai Gerindra didirikan oleh Prabowo Subianto, dan Partai Nasdem didirikan oleh Surya Paloh.

Politikus Golkar  Hajriyanto Y Thohari menyebut partainya itu tergolong partai yang unik, bahkan aneh bin ajaib, karena hidupnya tak tergantung pada tokoh-tokoh tertentu. Menurut Hajriyanto, Golkar sudah terlalu sering dan terlalu banyak ditinggalkan kader-kadernya. Tokoh-tokoh yang meninggalkan Golkar tersebut bisa dikatakan adalah tokoh-tokoh kelas satu.

“Tapi nyatanya, Golkar tetap baik-baik saja kan? Golkar itu partai yang unik, tidak tergantung pada tokoh-tokoh, bahkan tokoh kelas satu sekalipun. Golkar itu partai yang unik, bahkan aneh bin ajaib,” tegas Hajriyanto di Jakarta, Jumat (25//2013).
Menandingi PKI

Golkar yang semula bernama Sekretariat Bersama (Sekber) Golkar didirikan oleh  tokoh-tokoh militer, khususnya TNI AD, antara lain Soeharto, pada 20 Oktober 1964. Golkar didirikan oleh tujuh Kelompok Induk Organisasi (Kino), yakni Koperasi Serbaguna Gotong Royong (Kosgoro), Sentral Organisasi Karyawan Swadiri Indonesia (SOKSI), Musyawarah Kekeluargaan Gotong Royong (MKGR), Organisasi Profesi, Ormas Pertahanan Keamanan (Hankam), Gerakan Karya Rakyat Indonesia (Gakari), dan Gerakan Pembangunan. Pendirian Sekber Golkar untuk menandingi Partai Komunis Indonesia (PKI) yang berpengaruh besar dan dekat dengan Presiden Soekarno saat itu.

Soeharto
Soeharto, pendiri Golkar.

Soekarno terjungkal dari kursi kekuasaannya yang didudukinya selama 21 tahun pasca meletus kudeta G30S/PKI tahun 1965. Pemberontakan PKI tersebut menewaskan tujuh jenderal TNI AD, yakni Ahmad Yani, Donald Isaac Pandjaitan, Katamso Darmokusumo, Mas Tirtodarmo Haryono (MT Haryono), Suprapto, Siswondo Parman (S. Parman),  dan Sutoyo Siswomiharjo. Juga menewaskan perwira menengah TNI AD R Sugiyono Mangunwiyoto , dan seorang tentara, Piere Tendean,  serta  seorang polisi  Satsuit Tubun (KS Tubun)

Peristiwa G-30-S/PKI menimbulkan aksi unjuk rasa besar-besaran yang menuntut PKI dibubarkan, dan menuntut Soekarno dicopot dari kekuasaannya karena dianggap bertanggung jawab atas peristiwa tersebut. Tahun 1966 kekuasaan Soekarno mulai dikebiri oleh militer. Menteri Panglima Angkatan Darat Letjen Soeharto mengambil alih kekuasaan dari tangan Soekarno secara de facto. Pada 11 Maret 1966 Soeharto menerima Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) dari Presiden Soekarno melalui tiga jenderal, yaitu Basuki Rachmat, Amir Machmud, dan M Yusuf. Isi Supersemar adalah memberikan kekuasaan kepada Soeharto untuk dan atas nama Presiden/Panglima Tertinggi/Panglima Besar Revolusi agar mengambil tindakan yang dianggap perlu demi terjaminnya keamanan, ketenangan, serta kestabilan jalannya pemerintahan dan jalannya revolusi. Sehari kemudian, 12 Maret 1966, Soeharto membubarkan PKI dan menyatakan sebagai partai terlarang di Indonesia.

Karena situasi politik yang memburuk setelah meletusnya G-30-S/PKI, Sidang Istimewa MPRS pada Maret 1967, Soeharto yang telah menerima kenaikan pangkat sebagai jenderal bintang empat pada 1 Juli 1966, ditunjuk sebagai pejabat presiden berdasarkan Tap MPRS No XXXIII/1967 pada 22 Febuari 1967. Selaku pemegang Ketetapan MPRS No XXX/1967, Soeharto kemudian menerima penyerahan kekuasaan pemerintahan dari Presiden Soekarno. Melalui Sidang Istimewa MPRS pada 7 Maret 1967 Soeharto ditunjuk sebagai pejabat presiden sampai terpilihnya presiden oleh MPR hasil pemilihan umum.

Jenderal Soeharto ditetapkan sebagai pejabat presiden pada 12 Maret 1967 setelah pertanggungjawaban Presiden Soekarno ditolak MPRS. Kemudian Soeharto menjadi presiden sesuai hasil Sidang Umum MPRS (Tap MPRS No XLIV/MPRS/1968) pada 27 Maret 1968.

Golkar Memenangkan Pemilu di Era Orba

Popularitas Soeharto yang melejit karena menumpas PKI berdampak positif terhadap Golkar yang menjadi kontestan Pemilu 1971, pemilu pertama yang digelar di era Orde Baru (Orba). Di partai ini Soeharto duduk sebagai Ketua Dewan Pembina yang memiliki kekuasaan sangat besar.

Pemilu 1971 diikuti 10 partai politik (parpol), yakni  Partai Katolik, Partai Syaikat Islam Indonesia (PSII), Partai Nahdlatul Ulama (NU), Partai Muslimin Indonesia (Parmusi), Golkar, Partai Kristen Indonesia (Parkindo), Partai Musyawarah Rakyat Banyak (Murba), Partai Nasional Indonesia (PNI), Partai Islam Persatuan Tarbiyah Islamiyah (Perti), dan Partai Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI).

Secara mengejutkan Golkar tampil sebagai juara. Golkar menyabet 236 kursi DPR dari total 360 kursi. Diikuti Partai NU (58), Parmusi (24), PNI (20), PSII (10), Parkindo (7), Partai Katolik (3), dan Perti (2). Sedangkan Murba dan IPKI tak memperoleh kursi.

Kemenangan Golkar pada Pemilu 1971 membuat posisi Presiden Soeharto menjadi sangat kuat. Orba identik dengan Golkar. Berbagai terobosan dilakukan Orba  agar Golkar tetap besar, yakni menyederhanakan jumlah parpol.

Tahun 1973 empat parpol Islam, yakni Partai NU, Parmusi,  PSII, dan Partai Perti difusikan menjadi Partai Persatuan Pembangunan (PPP). PPP didirikan tanggal 5 Januari 1973. Partai berlambang Kakbah ini didirikan oleh lima deklarator yang merupakan pimpinan empat Partai Islam peserta Pemilu 1971 dan seorang ketua kelompok persatuan pembangunan, semacam fraksi empat partai Islam di DPR. Para deklarator itu adalah KH Idham Chalid, Ketua Umum PB Nadhlatul Ulama, H.Mohammad Syafaat Mintaredja, Ketua Umum Parmusi Parmusi, Haji Anwar Tjokroaminoto Ketua Umum PSII, Haji Rusli Halil, Ketua Umum Partai Islam Perti, dan Haji Mayskur Ketua Kelompok Persatuan Pembangunan di Fraksi DPR.

Sementara itu  pada tanggal 10 Januari 1973 lima parpol nasionalis, yakni Partai Katolik, Parkindo, Partai Murba, PNI, dan IPKI, dilebur menjadi Partai Demokrasi Indonesia (PDI).

Pemilu 1977 diikuti Golkar, PPP, dan PDI. Pada pemilu tersebut Golkar keluar sebagai pemenang dengan meraih 232 kursi dari total 360 kursi DPR. PPP berada di peringkat kedua dengan memperoleh 99 kursi. Sedangkan PDI menduduki posisi ketiga dengan mendapat 29 kursi.

Pada Pemilu 1982 Golkar kembali berjaya dengan meraih 242 kursi dari total 360 kursi DPR. PPP kembali menjadi runner up dengan memperoleh 94 kursi. PDI menempati peringkat ketiga dengan menyabet 24 kursi.

Pada Pemilu 1987 Golkar kembali unjuk gigi dengan meraih 299 kursi dari total 400 kursi DPR. Sementara itu PPP mendapat 61 kursi, dan PDI mendaapat 40 kursi.

Pada Pemilu 1992 Golkar memperoleh 282 kursi dari total 400 kursi DPR. PPP mendapat 62 kursi, dan PDI memperolh 56 kursi.

Pada Pemilu 1997 Golkar lagi-lagi menjadi pemenang. Pada pemilu tersebut parpol berlambang pohon beringin ini meraih 282 kursi dari total 400 kursi DPR. Sedangkan PPP mendapat 89 kursi dan PDI memperoleh 11 kursi.

Kemenangan Golkar dalam lima kali pemilu sejak 1977 itu memuluskan jalan Soeharto terus berkuasa. Ia kembli dilantik menjadi presiden dalam Sidang Umum MPR 1978, SU MPR 1983, SU MPR 1988, SU MPR 1993, dan SU MPR 1998.

Tampilnya Golkar sebagai pemenang dalam lima kali tersebut itu karena Golkar didukung ABG (ABRI, Birokrasi, dan Gokar). Rezim Soeharto mewajibkan ABRI (yang terdiri dari TNI dan Polri), serta pegawai negeri sipil (PNS) wajib mendukung Golkar.

Soeharto Tumbang, Orba Bubar

Pada pertengahan 1997 Indonesia dilanda krisis moneter yang berlanjut ke krisis ekonomi. Mahasiswa turun ke jalan untuk menyuarakan aspirasi agar pemerintah secepatnya mengatasi krisis ekonomi.

Pasca Soeharto dilantik menjadi Presiden untuk keenam kalinya di SU MPR pada Maret 1998, isu yang dilontarkan mahasiswa dalam unjuk rasa bergeser menjadi tuntutan reformasi bidang ekonomi, politik, dan hukum.

Unjuk rasa semakin membesar ketika beberapa mahasiswa Universitas Trisakti, Jakarta, tewas tertembak di kampusnya oleh aparat keamanan pada 12 Mei 1998. Selain itu puluhan mahasiswa lainnya terluka. Mereka yang tewas adalah Elang Mulia Lesmana, Heri Hertanto, Hafidin Royan, dan Hendriawan Sie.

Pasca tragedi Trisakti tersebut aksi demonstrasi besar-besaran terjadi di seluruh Indonesia, menuntut Soeharto mundur.

Pada Kamis, 21 Mei 1998 Soeharto mengumumkan pengunduran dirinya akibat desakan reformasi yang dipelopori oleh mahasiswa.    Kemudian Wakil Presiden BJ Habibie naik kelas menjadi Presiden.

Tumbangnya Soeharto yang berkuasa selama 32 tahun itu menandai bubarnya Orba. Indonesia memasuki babak baru: era reformasi.  Habibie membuat sejumlah reformasi di bidang politik, antara lain ABRI dan PNS harus netral. Ini artinya ABRI dan PNS tidak wajib lagi mendukung Golkar. Terobosan lain yang dilakukan Habibie adalah mengizinkan berdirinya parpol-parpol baru.

Pasca tumbangnya Soeharto, marak aksi unjuk rasa menuntut pembubaran Golkar dan desakan Golkar dinyatakan sebagai partai terlarang di Indonesia. Namun, tuntutan itu sia-sia. Golkar tetap dinyatakan sebagai parpol resmi dan berhak mengikuti pemilu.

Golkar Singkirkan Keluarga Cendana

Dua bulan setelah Soeharto lengser keprabon, Golkar menggelar Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) di Jakarta. Dalam Munaslub 9-11 Juli 1998 tersebut Akbar Tandjung bersaing dengan Edi Sudrajat untuk memperebutkan posisi ketua umum periode 1998-2003. Akbar tampil sebagai pemenang.

Akbar yang menggantikan Harmoko membawa warna baru saat menahkodai Golkar. Di bawah kepemimpinannya jabatan Dewan Penasihat dihapus. Sebelumnya jabatan Dewan Penasihat yang dipimpin Soeharto memiliki pengaruh sangat besar melebihi ketua umum. Dengan dihapusnya Dewan Penasihat dalam struktur partai, maka posisi ketua umum sangat kuat.

Gebrakan lain yang dilakukan Akbar adalah membersihkan Golkar dari keluarga Cendana, sebutan populer bagi keluarga Soeharto yang tinggal di Jl Cendana, Menteng, Jakarta Pusat. Sebelumnya di periode 1993-1998 dua anak Soeharto, yakni Mbak Tutut dan Bambang Trihatmodjo, menduduki jabatan strategis di DPP Golkar. Mbak Tutut menjabat sebagai ketua DPP, sedangkan Bambang menduduki posisi bendahara umum.

Disingkirkannya keluarga Cendana tersebut untuk menunjukkan kepada publik bahwa Golkar sudah tak dikendalikan lagi oleh Soeharto.

Jatuhnya Soeharto dari kursi RI 1 pada 21 Mei 1998, memang jadi beban bagi Golkar. Sebab, Soeharto identik dengan Golkar. Kalangan reformis yang menjatuhkan Soeharto, juga berupaya keras membubarkan Golkar.

Langkah yang diambil Akbar menyingkirkan Soeharto dan anak-anaknya dalam kepengurusan Golkar, merupakan upaya untuk meyelamatkan Golkar dari kehancuran.

Langkah lain yang dilakukan Akbar dalam upaya menyelamatkan Partai Beringin adalah turun langsung ke berbagai daerah untuk berkonsolidasi dan berkampanye Di beberapa daerah ia dikejar-kejar oleh massa anti Golkar. Namun, hal itu tak membuatnya gentar.

Para pengamat memprediksi Golkar akan habis pada Pemilu 1999, pemilu pertama di era reformasi. Alasannya adalah Golkar sudah tidak dicintai oleh rakyat. Selain itu kader-kader terbaik Golkar melakukan penggembosan, yakni mendirikan parpol-parpol baru.

Namun, Akbar mematahkan ramalan tersebut. Dalam Pemilu 1999 yang diikuti 48 parpol tersebut, Golkar masih memiliki banyak pendukung. Hal ini terbukti Golkar meraih peringkat kedua setelah PDI-P. Golkar memperoleh 120 kursi DPR dari total 462 kursi. Sedangkan PDI-P mendapat 153 kursi.

Golkar Kembali Berjaya pada Pemilu 2004

Akbar Tandjung terbukti piawai memimpin Golkar. Setelah mengantarkan Golkar menjadi runner up pada Pemilu 1999, mantan Ketua Umum Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI) ini berhasil mengantarkan Golkar kembali berjaya pada Pemilu 2004. Golkar menjadi juara dengan memperoleh 128 kursi DPR dari total 550 kursi yang diperebutkan. Posisi kedua ditempati PDI-P yang mendapat 109 kursi, dan tempat ketiga diduduki PPP yang memperoleh 58 kursi.

Meski sukses mengembalikan kejayaan Golkar, Akbar kalah bersaing dengan mantan Panglima TNI Wiranto dalam konvensi capres Golkar. Dalam Pilpres 2004 Golkar mengusung pasangan Wiranto dan tokoh NU Salahuddin Wahid.  Namun, jagoan Golkar tersebut menelan kekalahan.  Pemenang Pilpres 2004 adalah duet pendiri Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan politikus Golkar  Jusuf Kalla (JK).

SBY-JK dilantik sebagai Presiden dan Wakl Presiden RI periode 2004-2009 pada 20 Oktober 2014.

Pada Desember 2004 Golkar menggelar Munas. Dalam Munas tersebut JK terpilih menjadi Ketua Umum Golkar periode 2004-2009 setelah menaklukkan Akbar Tandjung.

Golkar Rangkul Keluarga Cendana

Jika Golkar di era kepemimpinan Akbar Tandjung menjauhi keluarga Cendana, maka Golkar yang dinakhodai JK melakukan hal yang berbeda. JK justu merangkul keluarga Cendana, karena menilai masih banyak yang mendukung Soeharto.

Golkar merekrut putri Soeharto, Siti Hediati Soeharto yang akrab disapa Mbak Titiek, sebagai caleg pada Pemilu 2009. Mbak Titiek berhasil melenggang ke Senayan, sebutan populer untuk Gedung DPR/MPR yang berlokasi di Senayan, Jakarta Pusat.

Pada Pemilu 2009 tersebut Golkar menempati posisi ketiga dengan memperoleh 107 kursi DPR  dari total 560 kursi yang diperebutkan. Pemilu 2004 dimenangkan oleh Partai Demokrat yang mendapat 150 kursi, dan  posisi ketiga ditempati PDI-P yang mendapat 95 kursi.

Pada Oktober 2009 terjadi suksesi kepemimpinan di tubuh Golkar. Dalam Munaslub 2009 Aburizal Bakrie terpilih sebagai Ketua Umum Golkar periode 2009-2014. Ical, panggilan akrabnya, mengalahkan Surya Paloh.

Golkar di bawah kepemimpinan Ical meneruskan langkah JK, yakni merangkul keluarga Cendana. Mbak Titiek kembali dijadikan caleg pada Pemilu 2014, dan terpilih sebagai anggota DPR untuk kedua kalinya.

Dalam Pemilu 2014 tersebut Golkar menempati posisi kedua dengan memperoleh 91 kursi DPR dari 560 kursi yang diperebutkan. Sedangkan yang menduduki posisi teratas adalah PDI-P yang mendapat 109 kursi.

Pada 2016 Ical digantikan oleh Setya Novanto dalam Munaslub Golkar. Dinilai sebagai lumbung suara, Golkar era Novanto juga merangkul keluarga Cendana. Mbak Titiek dimasukkan dalam struktur kepengurusan partai.

Apakah  Golkar  yang dikendalikan Novanto tetap mampu mempertahankan predikat partai papan atas pada Pemilu 2019?  (arh)

 

Baca Juga:

Golkar Partai Ajaib yang Tetap Eksis (Bagian 1)

Golkar Partai Ajaib yang Tetap Eksis (Bagian 2)

Golkar Partai Ajaib yang Tetap Eksis (Bagian 3)

Golkar Partai Ajaib yang Tetap Eksis (Bagian Terakhir dari 4 Tulisan)

Kader Golkar Bakal Loncat ke Partai Berkarya

Golkar akan Sosialisasikan Jokowi sebagai Capres di Rakernas

 

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.