Kamis, 25 April 24

4,42 Juta Miskin Ada di Jabar, SF Bangun LD

4,42 Juta Miskin Ada di Jabar, SF Bangun LD

Bandung, Obsessionnews – Sebanyak 4,42 juta jiwa orang miskin berada di Jawa Barat. Hal ini mendorong Sinergi Foundation (SF) membangun Lumbung Desa. Data yang dilansir Badan Pusat Statistik 2013 menyebutkan jumlah masyarakat miskin di Indonesia sebanyak 28,59 juta jiwa, 37% berada di perkotaan dan 63% di pedesaan.

Di jawa Barat, jumlah masyarakat miskin sebanyak 4,42 juta jiwa, 61% di perkotaan dan 39% di pedesaan. Peranan komoditas makanan yang memberikan sumbangan terbesar pada garis kemiskinan baik di perkotaan maupun di pedesaan pada umumnya yaitu beras yang memberi sumbangan sebesar 26,92% di perkotaan dan 33,38% di perdesaan.

Kontributor terbesar penduduk miskin selama ini adalah profesi buruh tani dan petani (kecil dan penggarap). Saat ini, jumlah buruh tani sekitar 5 juta orang dan jumlah rumah tangga usaha tani (RUT) diperkirakan mencapai 17,8 juta (15 juta diantaranya adalah rumah tangga usaha tani padi).

Dan kini, 88% petani memiliki lahan rata-rata hanya 0,5 ha. Lahan yang untuk kebutuhan sendiri pun tak cukup. Percayakah Anda bahwa ternyata 80% penghasilan petani untuk kebutuhan sehari-hari ternyata bukan dari pertanian, tapi dari pekerjaan lainnya, semisal tukang ojek atau buruh bangunan.

Berkurangnya lahan, menurunnya hasil pertanian, dan sulitnya regenerasi petani pun mengarahkan Indonesia dalam kondisi “gawatdarurat”. Suatu kondisi tragis bagi negara agraris. Kedaulatan pangan terancam, berganti oleh krisis.

Menurut humas Sinergi Foundation Taufiq Hidayat berangkat dari hal itu, muncul gagasan program Lumbung Desa (LD) yang launchingnya digelar Senin (25/5), bertempat di Kelompok Mitra Lumbung Desa “Al Hidayah”, Kampung Cibaeud, Desa Lengkong Jaya, Kecamatan Cigalontang, Tasikmalaya.

Sebuah gagasan yang diinisiasi Sinergi Foundation, sebagai upaya mengembalikan desa kepada khittahnya: Desa sebagai sumber pangan Indonesia. Mengangkat harkat dan martabat desa, khususnya para petani. Dampak luasnya, menciptakan kedaulatan pangan di negeri tercinta. Tentu bukan pekerjaan sehari dua hari.

Diperlukan kerja kolektif, sinergi dari seluruh elemen terkait untuk mewujudkannya. Berpikir lantas beraksi. “Meningkatkan daya saing desa, dengan langkah-langkah akseleratif, tanpa menanggalkan kearifan lokal yang sudah menjadi bagian dari nafas kehidupan,” ujar Taufik.

ald1

Lumbung desa merupakan kultur sederhana, tapi begitu dalam maknanya. Bagaimana masyarakat desa yang kerap disebut sebagai masyarakat terbelakang, justru berpikir jauh ke depan. Kesadaran untuk mengelola karunia Allahu Ta’ala, berupa cadangan hasil panen agar bisa bertahan hingga musim berikutnya, bahkan dapatdigunakan membantu sesama yang membutuhkan, apakah patut disebut pandangan terbelakang?

Ada tindakan preventif, yang mencegah terjadinya krisis pangan sebagai kebutuhan dasar anak manusia di sana. Prinsip keadilan bukan belaka wacana, tatkala tetesan keringat para petani lokal dihargai secara proporsional, bahkan lebih, sehingga mampu meningkatkan taraf kehidupannya.

Prinsip kepedulian pun sebuah realita, ketika mereka yang berlebih sudi berbagi dengan yang lemah. Memupus ketamakan, warisan kultur feodal yang menciptakan ‘juragan- juragan’ lokal, kolega kolonial.

Karenanya, setelah pilot project pertama program Lumbung Desa di Desa Kiarasari Kecamatan Compreng, Kabupaten Subang, kini Lumbung Desa hadir di Kampung Cibaeud, Desa Lengkongjaya Kabupaten Tasikmalaya. (Dudy Supriyadi)

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.