
Padang, Obsessionnews – Gempa berkekuatan 7,6 Skala Richter yang melanda Sumatera Barat (Sumbar) tanggal 30 September 2009 merusak ribuan rumah warga, sarana pendidikan, kesehatan, rumah ibadah, dan gedung pemerintah. Pasca gempa, pemerintah memprioritaskan memperbaiki rumah warga, sarana pendidikan, sarana kesehatan, dan rumah ibadah. Setelah itu dilakukan perbaikan gedung pemerintah.

Gubernur Sumbar Irwan Prayitno mengatakan, perbaikan gedung pemerintah dilaksanakan tahun 2013. “Sejak tahun 2013 hingga saat ini, sebanyak 39 gedung pemerintah yang telah selesai dibangun. Untuk tahun ini secara bertahap ada 6 gedung yang dibangun termasuk gedung Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau (LKAAM). Untuk gedung ini direncanakan peresmiannya dilakukan oleh Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Syamsul Ma’arif pada April mendatang,” kata Irwan Prayitno saat meninjau pembangunan Kantor LKAAM Sumbar di Padang, Senin (16/3).
Irwan Prayitno mengatakan, sebanyak 53 gedung pemerintah rusak akibat gempa. Sejak 2014 hingga saat ini enam gedung pemerintah dalam proses pembangunan. Salah satu di antaranya gedung LKAAM Sumbar. Gedung yang didirikan di kawasan Masjid Raya Sumbar ini telah memasuki tahap penyelesaian.
Dana pembangunan gedung LKAAM Sumbar bersumber dari APBN sebesar Rp 11 miliar. Gedung itu mulai dibangun Maret 2014 yang ditandai dengan peletakan batu pertama pembangunan oleh Kepala BNPPB Syafii Maarif. Gedung LKAAM berukuran panjang 42 meter dan lebar 33 meter. Sebelumnya gedung lama di Jalan Diponegoro mengalami rusak parah akibat gempa.
Irwan mengatakan, setelah gedung beroperasi, tidak langsung dihibahkan kepada LKAAM. Organisasi ini hanya dipercaya untuk mengelolanya. Kebutuhan pemeliharaan dibiayai oleh pemerintah.
“Gedung ini tetap aset Pemprov Sumbar. LKAAM hanya memakai. Nantinya biaya cleaning service, listrik, air, semua akan ditanggung oleh Pemprov Jabar,” katanya.
Gubernur Sumbar berharap gedung LKAAM dapat difungsikan oleh masyarakat untuk memperdalam ilmu adat. Gedung LKAAM akan dilengkapi dengan perpustakaan adat, dan dihuni sosok yang memahami tatanan hidup masyarakat Minangkabau. (Musthafa Ritonga)