
Dalam usaha melobi dan upaya diplomasi ini, pemerintah telah menyiapkan lima opsi. Pertama, meminta agar kebijakan pemotongan 20persen terhadap kuota jamaah haji Indonesia dibatalkan.
Kedua, meminta agar seluruh calon jamaah haji yang sudah melunasi BPIH 1434H/2013M, bisa berangkat.
Menurut Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umroh Kemenag Anggito Abimanyu, sampai pada batas akhir pelunasan BPIH, jamaah haji regular yang sudah melunasi berjumlah 180.000. Adapun calon jamaah haji khusus, yang sudah melunasi BPIH haji khusus, sebanyak 16.500, sehingga totalnya 196.500.
“Inilah yang akan kita usahakan agar tetap bisa berangkat,” terang Anggito di Jakarta.
Opsi ketiga, lanjut Anggito, meminta agar visa untuk calon jamaah haji non kuota yang biasanya dialokasikan oleh pemerintah Arab Saudi agar bisa dimasukan ke dalam kuota. Dengan demikian diharapkan dapat menambah kuota jamaah haji Indonesia jika kebijakan pemotongan tidak bisa dihindarkan.
Keempat, meminta kompensasi atas potensi kerugian pemerintah Indonesia akibat adanya kebijakan pemotongan ini. “Potensi kerugian Pemerintah, mencapai Rp800 Miliar,” kata Anggito.
Dan kelima, meminta agar kuota haji Indonesia pada 2014 ditambah 20% dari kuota dasar yang ditetapkan sebesar 211.000 calon jamaah. Artinya, Kementerian Agama akan mengupayakan agar kuota calon jamaah haji Indonesia pada tahun 2014 menjadi 253.200.
“Pemerintah Indonesia terus melakukan lobi dan upaya diplomasi kepada Kerajaan Arab Saudi agar ada dispensasi atas kebijakan pemotongan kuota jamaah haji Indonesia,” ujarnya.
Namun jika upaya itu tidak berhasil, maka alasan keamanan dan kesehatan menjadi prioritas utama kriteria jamaah yang ditunda keberangkatannya. Artinya, yang ditunda adalah mereka yang lansia, karena alasan keamanan dan kesehatan.
Anggito mengakui bahwa dari sisi keadilan mungkin ini merugikan jamaah haji lansia. Namun, kebijakan ini semata-mata karena alasan kesehatan dan keamanan. Alasan ini karena mempertimbangkan penyelesaian renovasi Masjidil Haram terlambat hingga lokasi tawaf sangat sempit.
“Sekarang ini, lantai 2 dan 3 terpotong karena akan disambungkan dengan bangunan masjid yang baru. Ini tinggal di sambung, tapi ternyata tidak selesai, shg tidak bias digunakan untuk tawaf. Padahal lokasi itu biasa digunakan bagi jamaah lansia atau yang menggunakan alat bantu seperti kursi roda,” katanya.
Akibat dari hal ini, kondisi Masjidil Haram saat ini sangat tidak nyaman, karena pelaksanaan tawaf menumpuk di lantai satu dan jamaah yang menggunakan alat bantu, tidak ada tempatnya.
Lantai 1 juga menyempit karena ada beberapa bagian yang sedang diperluas dan belum selesai. Padahal tempat tawaf difokuskan pada lantai satu ini.
Tak hanya itu, temperatur di Arab Saudi juga sangat panas. Saking panasnya, beberapa kantor di Riyad pindah ke Jeddah yang sedikit lebih sejuk.