Jumat, 26 April 24

20 Mei Ini, 17 Tahun Reformasi Negara Makin Rusak!

20 Mei Ini, 17 Tahun Reformasi Negara Makin Rusak!

Jakarta, Obsessionnews – Aktivis yang juga Peneliti The Indonesia for Global Justice (IGJ) Salamuddin Daeng, menyesalkan 17 tahun reformasi ternyata tidak membawa hasil sebagaimana cita-cita pendirian negara yang termaktub dalam Pembukaan UUD 1945. Namun yang terjadi justru sebaliknya, yakni kekacauan politik, rusaknya sistem hukum dan ambruknya ekonomi semakin dalam.

“Demokrasi liberal  output dari amandemen konstitusi menyebabkan negara jatuh dalam genggaman oligarchy, mafia dan sindikat internasional yang mengeruk kekayaan negara, dan menghisab sumber penghidupan rakyat tanpa ampun!” serunya, Selasa (19/5/2015).

Salamuddin menilai, penguasa membuat berbagai UU dan kebijakan untuk memperkaya diri, keluarga, kelompok dan modal asing yang menjadi tuannya. “Melalui UU dan peraturan penguasa mencekik rakyat seperti kenaikkan suku bunga bank, kenaikan harga energy BBM, tarif dasar listrik, tarif Kerata Api, tarif tol, dan lain-lain,” ungkapnya.

Sebaliknya, lanjut dia melalui UU dan peraturan, pemerintah memberi keleluasaan kepada modal asing untuk mengeruk kekayaan negara. “Pemerintah seringkali menjadi pelaku utama berbagai pelanggaran UU. Kebijakan pemerintah dapat berubah dalam hitungan jam dan hari, tergantung bayarannya. Akibatnya rakyat tidak lagi percaya pada penguasa beserta seluruh UU serta peraturan yang menopangnya,” bebernya.

Ia mengingatkan, negara dalam kekacauan, ketidakpastian hukum, dan distrust. “Dalam kesemberawutan justru penguasa memperoleh kesempatan untuk ‘membegal’ kekayaan negara dan  mengeruk sumber daya ekonomi,” tandas Salamuddin.

“Korupsi kolusi dan nepotisme semakin kian meluas, kasar dan tidak lagi memperdulikan etika, dan moral. Dalam rimba belantara politik tanpa aturan ini, para koruptor justru semakin lenggeng berkuasa, menduduki jabatan- jabatan strategis negara,” tamb ahnya.

Jadi Ajang Bancakan Penguasa
Salamuddin melihat, seluruh jabatan politik dalam pemerintahan dan BUMN menjadi ajang bancakan penguasa. “Jabatan strategis bagi pengumpulan uang dibagi bagikan kepada sekutu penguasa, mulai dari jabatan dalam istana, menteri, direksi, komisasris BUMN, hingga jabatan Dirjen Kementerian/Lembaga,” ungkapnya pula.

Demikian pula halnya dengan belanja negara (APBN), penerimaan negara (pajak), penerimaan BUMN, belanja BUMN, hingga seluruh jabatan dalam pemerintahan dan BUMN telah menjadi ajang jual beli, ajang mendapatkan uang sebagai sumber dana politik elite penguasa. “Akibatnya tatanan pemerintahan semakin kacau dan BUMN menuju kebangkrutan yang parah,” tandasnya.

Ia menambahkan, setelah serangkaian kesemberawutan di Istana negara akibat perubahan nomenklatur kementerian dan lembaga (K/L), munculnya kementerian baru dan lembaga baru setingkat menteri, kini pemerintahan Jokowi kembali memperdalam kekacauan tersebut melalui lelang Jabatan eselon I dan II di berbagai K/L.

“Lelang jabatan ini adalah pelaksanaan UU aparatur sipil negara (ASN). UU ini menandai era dimulainya liberalsiasi dan privatisasi pemerintahan. Munculnya lembaga otonom dan independen KASN yang memayungi seluruh aparat pemerintahan merupakan bentuk otonomisasi aparatur negara. Liberalisasi pemerintahan akan menjadi pintu masuk bagi pemilik modal asing, pengusaha besar dan oligarchy dalam mencengkram pemerintahan dan negara,” paparnya.

Bagi pemerintahan Jokowi, lanjut dia, lelang jabatan Dirjen dalam K/L merupakan durian runtuh. “Bayangkan ada ratusan jabatan lagi yang siap dibagikan kepada sekutu pemerintah. Dengan demikian tidak perlu ada kekuatiran adanya perlawanan balik dari kekuatan pendukungnya yang kecewa akibat tidak mendapat jabatan dalam kabinet, direksi dan komisasris BUMN,” geramnya.

Ia pun menengarai, jabatan eselon I dan II akan menjadi bancakan baru untuk dibagi-bagikan, dengan mengorbankan karir PNS. “Pemerintahan Jokowi dan kekuatan politik di sekelilingnya bagaikan gerombolan yang merampas dan memeras apa saja yang ada dalam negara, pemerintahan, BUMN  dan bahkan makanan yang ada dimulut rakyat, untuk menjadi sumber kesejahteraan oligarchy penguasa,” bongkarnya.

“Semakin lama pemerintahan Jokowi berjalan dalam kekacauan sistem bernegara, maka eksistensi negara akan lenyap dan tatanan sosial ekonomi masyarakat akan semakin hancur, oleh karenanya harus diakhiri!” seru Salamuddin. (Asma)

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.