Rabu, 17 April 24

SBY dan Kekuatan Soft Power

SBY dan Kekuatan Soft Power
* Presiden keenam RI Susilo Bambang Yudhoyono. (Foto: Twitter @SBYudhoyono)

Oleh: Budi Winarno, Wartawan, tinggal di Jakarta

 

Mengapa dalam panggung politik internasional Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tampak menonjol?  Selain performanya yang tinggi besar dan memungkinkan mata orang untuk bersirobok dengan fisiknya,  kekuatan SBY sebenarnya adalah pada politik soft power, sebuah ikhtiar politik yang lebih mengedepankan diplomasi, dialog, dan tidak mengutamakan pemaksaan apalagi tekanan militer.

Sebagai seorang jurnalis, saya secara “emosional” ikut  merasa bangga ketika (saat itu) SBY hadir di forum-forum internasional. Jurnalis yang semestinya meliput secara netral tanpa membawa-bawa perasaan, tak urung menjadi “baper” dan bangga karena pemimpinnya hadir secara signifikan ini di forum dunia. Pemeo “sosok mengangkat bangsa” terasa dalam forum seperti itu.

Tokoh kelahiran Pacitan itu “ada” di antara para pemimpin dunia. Dia bukan sekadar ada karena absensi ataupun undangan. SBY dianggap lebih karena peran dan posisi psikologisnya yang oleh orang Jawa disebut memiliki perbawa.  Ketika sekian belas pemimpin “bergerombol” dan mengadakan tukar pikiran ataupun mengobrol santai di luar sidang resmi, SBY hadir secara menonjol, di atas rata-rata. Ia hadir, berbicara, dan didengar.

Kebetulan pula kemampuan Bahasa Inggris  SBY mumpuni dan memadai untuk berdiskusi, berdebat, bukan sekadar mendengar. Jadi, perbawa itu memang bisa diartikan sebagai kewibawaan. Dan perbawa seseorang pemimpin justru akan lebih bisa dilihat ketika sedang “bergerombol” dengan sesama pemimpin.

Berbahaya jika kita melihat kualitas pemimpin hanya ketika tengah berada di ruang sidang. Banyak orang  “berpidato” hanya dengan membaca teks yang dipersiapkan secara detail. Ruang sidang yang megah itu juga penuh atmosfer resmi, formal, basa-basi diplomatik, dan serba diatur.  Kadar kepemimpinan justru akan muncul ketika seorang pemimpin sedang berkumpul, bertukar pendapat, dan  melobi sana-sini. Suasana yang natural dan otentik seperti itu justru lebih memunculkan karakter pemimpin yang sebenarnya.

Karakter pemimpin seperti itulah yang mampu mengusung konsep dan spirit soft power. Lihatlah ketika SBY hadir di acara regional Association of Southeast Asian Nations (ASEAN), juga di tingkat Asia Pasifik maupun global. Tak mengherankan jika di forum global, SBY menjadi ketua Asia Pacific Economic Cooperation (APEC) maupun menjadi anggota G20.

Satu lagi yang membanggakan adalah ketika SBY berpidato di hadapan mahasiswa yang berasal dari berbagai negara di Universitas Harvard. “Abad ke-21 ini dapat menjadi abad yang akan membawa tiap bangsa semakin dekat, kedalam masa di mana, tidak ada yang merugi. Dan semua orang akan menjadi pemenang.” Kutipan pidato itulah yang memancing tepuk tangan membahana dari audiens.

Contoh lain tentang kekuatan sosok SBY di forum internasional adalah penyelenggaraan forum-forum dialog. Salah satu contoh forum ini adalah Bali Democracy Forum (BDF) yang diadakan tiap tahun sejak 2008. Forum yang digagas SBY ini merupakan satu-satunya forum antar-pemerintah di kawasan Asia-Pasifik yang bertujuan untuk saling berbagi pengalaman terkait demokrasi dan kepemerintahan yang baik. Forum ini cukup unik karena pendekatannya yang bersifat inklusif, dimana dalam BDF berbagai negara dengan berbagai pendekatan terhadap pelaksanaan demokrasi memiliki kedudukan yang sama dalam membagi pengalaman mereka.

Dalam masa pemerintahan Presiden SBY, Indonesia juga memprakarsai dialog antarkepercayaan (interfaith dialogue) pada tingkatan bilateral maupun kawasan. Dialog antar kepercayaan ini telah menjadi forum yang penting untuk membangun saling pengertian, toleransi, menemukan nilai-nilai dan kepentingan bersama, serta membangun hubungan yang harmonis antar berbagai penganut kepercayaan.

Selaras dengan inisiatif ini, Indonesia juga memprakarsai Global Inter-media Dialogue guna membangun kesadaran bersama di kalangan media masa mengenai sensitivitas keberagaman nilai-nilai agama dan kepercayaan dalam konteks pemberitaan.

Maka tak perlu heran jika pada kepemimpinan SBY, Indonesia damai-damai saja. Indonesia ikut  membangun landasan bagi pihak-pihak yang berpartisipasi dalam kancah hubungan internasional untuk mencari titik temu kesamaan di tengah berbagai perbedaaan—mulai dari tata laksana pemerintahan hingga keyakinan beragama.

Komitmen Indonesia dalam memelihara perdamaian dan keamanan internasional juga menjadi salah satu modal soft power. Komitmen ini disampaikan Indonesia kepada dunia tidak hanya melalui kata-kata, namun juga aksi nyata. Sebagai contoh, Indonesia tercatat menduduki ranking ke-20 dari 123 negara penyumbang pasukan (troop contributing countries) pada misi-misi perdamaian PBB.

Akan ada terlalu banyak kisah sukses kiprah SBY dalam politik dan keamanan internasional. Masih ada kisah spirit soft power di luar politik dan keamanan. Contohnya adalah komitmen Indonesia dalam memajukan agenda global di bidang lingkungan yang  memang diakui khalayak internasional. Selain melalui contoh di atas, hal ini juga tercermin lebih lanjut melalui peranan SBY untuk mengangkat agenda perubahan iklim di berbagai forum penting, termasuk KTT G8 di Toyako, Jepang, 2008.

Pesona soft power Indonesia di panggung dunia seperti itulah yang sukses diusung SBY. Bangsa ini menjadi lebih terhormat di mata bangsa lain berkat public relation cemerlang bernama SBY.

Sumber: www.demokrat.or.id

 

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.