Sabtu, 20 April 24

Kritik atas Tulisan Chatib Basri yang Bela Sri Mulyani

Kritik atas Tulisan Chatib Basri yang Bela Sri Mulyani

Menanggapi Pembelaan Chatib Basri terhadap Austerity Policy Sri Mulyani

Oleh: Gede Sandra, Peneliti Lingkar Studi Perjuangan (LSP)

 

Mantan Menteri Keuangan Chatib Basri hari ini (17/2), membuat tulisan di BBC Indonesia yang berjudul Menteri Terbaik di Dunia: Mengapa Sri Mulyani Layak Mendapatkan Predikat Itu? Sebuah tulisan yang intinya hendak membela Sri Mulyani atas penghargaan Best Minister yang diberikan World Government Summit minggu lalu. Memang sebuah tulisan yang bagus cara penulisannya, tapi tulisan ini terlalu anekdotal, kurang didukung oleh analisis yang ilmiah dan data-data statistik.

 

Saat mulai membaca tulisan Chatib Basri, saya sempat menunggu akan datang pembelaan atas data-data tidak kredibel dari Ernst & Young sebagai dasar pemberian gelar untuk Sri Mulyani. Tapi saya kecewa. Tidak ada pembelaan atas kesalahan data kemiskinan dan utang -yang sudah terlanjur dilaunching juga oleh Kemenkeu.

 

Tidak ada juga pembelaan atas kurang objektifnya data ketimpangan pendapatan, transparansi, dan cadangan devisa (tentang analisa lebih rinci atas EY dan datanya yang tidak kredibel dapat dibaca dalam tulisan saya sebelum ini berjudul Ernst & Young dan Penghargaannya untuk Sri Mulyani). Artinya Chatib telah lari dari isu yang konten, data dasar pemberian penghargaan Sri Mulyani.

 

Pembelaan Chatib atas Sri Mulyani kemudian lebih diarahkan terhadap kebijakan pengetatan anggaran atau austerity policy yang dilakukan Sri Mulyani. Chatib sendiri menghindari istilah austerity dalam tulisannya. Ia lebih memilih istilah “kebijakan fiskal yang kredibel” untuk membenarkan aksi Sri Mulyani memotong anggaran Rp 140 triliun. Sederhana, cara untuk melihat apakah benar ini merupakan pengetatan anggatan atau kebijakan fiskal yang kredibel, yang menurut Chatib akan “memberikan fondasi yang kokoh bagi struktur ekonomi Indonesia” . Kita akan lihat data statistik..

 

CNN Indonesia beberapa waktu lalu meluncurkan infografis yang berjudul Kinerja Ekonomi di Tangan Sri Mulyani. Isinya adalah tentang data-data statistik hasil kinerja selama Sri Mulyani menjadi Menteri Keuangan Jokowi. Beberapa data statistik yang penting akan saya ulas sebagai pembanding klaim (minus data) Chatib dalam tulisannya.

 

Disebutkan bahwa konsumsi masyarakat pada tahun 2017 turun ke 5,01% dari sebelumnya 5,91% di tahun 2016. Konsumsi masyarakat yang menurun adalah indikator utama bahwa kebijakan fiskal yang diterapkan Sri Mulyani telah mencekik masyarakat. Terserah mau diistilahkan sebagai kredibel atau apapun, yang pasti kebijakan ini merugikan perekonomian masyarakat. Saya bertanya pada Chatib: struktur ekonomi yang kokoh macam apa yang mau dituju dengan merugikan perekonomian rakyat?

 

Disebutkan juga bahwa pertumbuhan ekonomi 2017 jauh di bawah target, hanya 5,07%. Bila dibandingkan dari target 5,4% di awal tahun 2017, dan 5,2% di pertengahan tahun, jelas realisasi yang dicapai Sri MUlyani jauh di bawah. Dikala perekonomian negara-negara tetangga di ASEAN melaju kencang memanfaatkan momentum membaiknya perekonomian Dunia, perekonomian Indonesia malah stagnan. Apakah memang “struktur ekonomi yang kokoh” yang diinginkan Chatib bertujuan menjadikan pertumbuhan ekonomi Indonesia stagnan?

 

Ketimpangan pendapatan, yang digambarkan oleh rasio Gini, juga tidak membaik. Tidak turun secara signifikan, tetap stagnan di atas 0,39. Padahal kita tahu Pemerintah Jokowi telah berupaya keras

mengurangi ketimpangan pendapatan masyarakat dengan pembagian kartu jaminan sosial, sertifikat tanah, dan (kini) program padat karya cash. Austerity jelas telah menghambat penurunan ketimpang pendapatan. Indeks Gini sebesar 0,391 di bawah Sri Mulyani masih sangat jauh dari indeks Gini 0,31 yang pernah dicapai Indonesia di era Gus Dur atau indeks Gini negara-negara Kesejahteraan di Eropa yang berada di bawah 0,29. Saya sangat menyayangkan bila “struktur ekonomi yang kokoh” yang diinginkan Chatib Basri ternyata mempertahankan ketimpangan pendapatan.

 

Austerity policy adalah rumus ekonomi yang telah gagal mengangkat suatu negara dari krisis saat diterapkan di Amerika Latin dan juga di Yunani. Rumus ini akan mengakibatkan perlambatan ekonomi dan memburuknya ketimpangan pendapatan. Sebaliknya, austerity policy di mana-mana hanya menguntungkan para kreditor. Karena saat seluruh pos anggaran dipotong, anggaran untuk membayar utang dan cicilan kreditor selalu aman. Ketika ekonomi lambat akibat austerity policy, maka harga aset jatuh dan jatuhnya harga aset kembali menguntungkan para pemain pasar uang (yang juga adalah kreditor). Sudah cukup merugikan rakyat. Saatnya Indonesia menggunakan growth story, cara-cara yang inovatif dan kreatif di luar austerity policy. (***)

Related posts

4 Comments

  1. Irvan

    Chatib basri payah dah.. Satu gerbong dia sama bu sri mulyani.. Pahamnya neoliberal dan mereka itu bisa dibilang manut sama imf,bank dunia.. Jangan lah kalian korbankan rakyat dan bangsa ini hanya utk di bilang hebat oleh asing,dapet award dari asing pantes karena situ buat mereka senang tp rakyat indonesia ngenes

  2. bambang prasetia

    Sudut pandang sll berbeda… obyektif..dan rasional mesti jadi sandaran analisnya…
    apa yg terjadi dibalik propaganda barat…jelas akan banyak merugikan negara2 OECD …Jelas instrumen keuangan sll dikendalikan Barat..(negar2 kuat) jelas dlm pidatonya Obama saza… ada sekolompok manusia (>3% penduduk dunia) yg menguasai ekonomi dunia. scr rasional… prestasi ekonomi pemerintah diukur dg indikator economic growth tapi pemerataannya tidak terlihat; kemiskinan yg berkurang (barier pendapatan miskinnya X jelas) Defisit neraca /perdagangan (hanya diukur dari angka devisa yg ajeg segitu bahkan ada yg mengatakan itu krn approval of debt yg belum realisai (plafon kredit) ; harga minyak (walau tidak realistis – hidden price dari tahun 2016) ; Pengeatat anggaran… itu sama saza menghambat ekonomi dan pajak (lih. tax-and-spend hyphotesis by Friedman 1978 ); Agregate spending semakin tinggi belum tentu bisa menaikan pendapat negara..klo dari sumber hutang jngka pendek untuk investasi jangka panjang..(total hutang > 3.9 ribu T per jan-’18. proyek infra stuktur..contohnya ambil obligasi jangka pendek..proyek yg kurang perhatikan prinsip “quick yielding” artinya bahwa kewajiban jk pendek menggerus devisa yang diambil juga dri pundi2 negara..atau devis. SMI memang cerdas wt itu namun kali ini belum lah menjadi yg terhebaat didunia… krn indikator2nya dilihat masih banyak belum lampaui harapannya/target, Mk mesti didukung kementrian teknis dan lainnya , eh yg paling penting ya Komandannya..Semoga menjadi lebih baik, amanah, lebih transparan dan self corection (tepo sliro).. dan semangat baja …

  3. bambang prasetia

    Sudut pandang sll berbeda… obyektif..dan rasional mesti jadi sandaran analisnya…
    apa yg terjadi dibalik propaganda barat…jelas akan banyak merugikan negara2 OECD …Jelas instrumen keuangan sll dikendalikan Barat..(negar2 kuat) jelas dlm pidatonya Obama saza… ada sekolompok manusia (>3% penduduk dunia) yg menguasai ekonomi dunia. scr rasional… prestasi ekonomi pemerintah diukur dg indikator economic growth tapi pemerataannya tidak terlihat; kemiskinan yg berkurang (belum signifikan)) barier pendapatan miskinnya X jelas scr riel value krn rupiah melemah dan harga pasar melambung, Defisit neraca /perdagangan masih negatif (meski diukur dari angka devisa yg ajeg segitu bahkan menurun, ada yg mengatakan itu krn approval of debt yg belum realisasi ; harga minyak (walau tidak realistis – hidden price dari tahun 2016) ; Pengetatat anggaran… itu sama saza menghambat ekonomi dan pajak (lih. tax-and-spend hyphotesis by Friedman 1978 ); Agregate spending semakin tinggi belum tentu bisa menaikan pendapat negara..klo dari sumber hutang jngka pendek untuk investasi jangka panjang..(total hutang > 3.9 ribu T per jan-’18. proyek infra stuktur..contohnya ambil obligasi jangka pendek..proyek yg kurang perhatikan prinsip “quick yielding” artinya bahwa kewajiban jk pendek menggerus devisa yang diambil juga dri pundi2 negara..atau devis. SMI memang cerdas wt itu namun kali ini belum lah menjadi yg terhebaat didunia… krn indikator2nya dilihat masih banyak belum lampaui harapannya/target, Mk mesti didukung kementrian teknis dan lainnya , eh yg paling penting ya Komandannya..Semoga menjadi lebih baik, amanah, lebih transparan dan self corection (tepo sliro).. dan semangat baja …

  4. bambang prasetia

    maksudnya ada indikator yg aneh…kurang 3 pct penduduk dunia mengauasi ekonomi dunia…dan 50,3 pct kekayaan indonesia dikuasai hanya kurang dari 1 pct penduduk; ekonomi dikuasai hanya 20 % penduduknya, … artinya masih banyak kartel terselubung… maka masih punya PR besar Bu SMI dan kabinet Indonesia…bgmn dapat me Redistribusi income…dan pemerataan berusaha/kerja istilah kita bukan mjadi jongos dirumah sendiri .. yg penting dpt segera diselesaikan … dengan regulasi2 yang aktuil, cerdas dan canggih……bisa…dong… (jgn hanya urusin perpajakan … bahkan ada kontrkasi negatif pasar juga kecenderungan belanja property menurun )…

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.