Jumat, 19 April 24

Kaos Kaki Ayah

Kaos Kaki Ayah
* Rinaldi Munir. (Foto: dok. pribadi)

Oleh:  Rinaldi Munir, Dosen Teknik Informatika ITB

 

Ini kisah inspiratif yang sudah sering diceritakan sebagai sebuah pelajaran yang kita ambil hikmahnya. Mungkin anda pernah mendengar kisah ini atau pernah membacanya. Namun, tidak ada salahnya saya ceritakan ulang kembali. Kisah seorang ayah yang meninggalkan wasiat kepada anak-anaknya yang sedang dilanda  kebingungan ketika mengurus jenazah dirinya.

Begini kisahnya, yang saya ceritakan ulang dengan beberapa perubahan.

Ada seorang ayah yang sering menceritakan perjalanan masa mudanya kepada anak-anaknya, yaitu masa-masa ketika awal membina rumah tangga. Sebagai seorang calon ayah yang menanti kelahiran anak pertama, ia dihadapkan dengan masalah ekonomi rumah tangga yang masih labil. Ia belum mempunyai penghasilan yang tetap. Wirausaha yang dijalaninya, yaitu usaha jasa membuat kartu nama, belum dapat mencukupi kebutuhan rumah tangga.

Namun semangatnya tidak membuatnya pantang menyerah. Dari pintu ke pintu ia menawarkan jasa pembuatan kartu nama. Sedikit demi sedikit usahanya mulai dikenal dan memiliki banyak pelanggan, terutama kantor-kantor yang membutuhkan pembuatan kartu nama untuk para stafnya. Lambat laun usahanya mulai tumbuh besar. Dari keuntungan dan pinjaman modal yang diperolehnya, akhirnya sang ayah memiliki usaha percetakan sendiri. Tidak hanya melayani pembuatan kartu nama, tetapi juga percetakan lainnya seperti kartu undangan, buku, dan sebagainya. Makin lama usahanya semakin besar dan berkembang menjadi unit-unit usaha turunan seperti foto copy, toko alat tulis dan kantor, dan sebagainya. Sang Ayah sekarang menjadi seorang pengusaha sukses. Hartanya banyak berupa rumah, tanah, uang, dan kendaraan.

Anak-anaknya tumbuh dan besar dalam keadaan berkecukupan. Meskipun demikian, sang ayah tetaplah orang yang rendah hati. Anak-anaknya pun dididiknya menjadi anak yang santun, taat agama, dan menghormati orangtua.

Setiap kali mengenang masa-masa perjuangannya, ia sering menceritakan kepada anak-anaknya satu kenangan yang tidak pernah dilupakannya, yaitu sepasang kaos kaki. Dulu, ketika menawarkan jasa pembuatan kartu nama dari pintu ke pintu, ia selalu menggunakan kaos kaki dan sepatu yang sudah hampir lusuh. Karena setiap hari sering dipakai, kaos kaki itu mulai berlubang di ujung jari  kaki. Namun, ia  merasa sayang menggunakan uang untuk membeli kaos kaki baru, sebab lebih mementingkan uang yang diperolehnya untuk kebutuhan  membeli susu bagi anak-anaknya. Akhirnya bolong di kaos kaki itu semakin lebar sehingga tidak bisa dipakai lagi. Namun, ia tidak mau membuang kaos kaki itu, tetapi disimpannya agar kelak suatu hari nanti bisa diceritakan dan ditunjukkan kepada anak-anaknya.

Kepada anak-anaknya ia berpesan agar nanti jika ia meninggal dunia, tolong pasangkan kaos kaki itu ke kakinya sebagai kenang-kenangan yang dibawa ke dalam kubur.

Singkat cerita, ketika sang ayah wafat, anak-anaknya pun teringat dengan pesan ayahnya dulu. Anak-anaknya lalu meminta Pak Ustad yang mengurus jenazah ayahnya untuk memasangkan kaos kaki ayahnya itu. Namun Ustad menolak, sebab di dalam syariat Islam jenazah hanya boleh dipakaikan kain kafan, itulah harta yang boleh dibawa ke alam kubur. Benda-benda lain tidak boleh dibawa oleh jenazah, termasuk kaos kaki kenangan yan sudah bolong itu.

Namun anak-anaknya tetap bersikeras ingin menunaikan pesan ayahnya, tetapi Pak Ustad tetap menolak. Karena tidak tercapai titik temu, maka dipanggillah pengacara ayahnya. Pengacara itu berkata, almarhum pernah meninggalkan surat wasiat, mari kita bacakan surat wasiat itu, siapa tahu ada petunjuk di dalamnya.

Lalu Bapak Pengacara membacakan surat wasiat yang bunyinya adalah sebagai berikut.

Anak-anakku, mungkin saat ini kalian sedang dilanda kebingungan luar biasa ketika ingin melaksanakan pesan Ayah untuk memasangkan kaos kaki kenangan itu. Kaos kaki yang sudah bolong saja tidak boleh dibawa ke dalam kubur, apalagi harta ayah yang banyak itu. Tidak ada satupun yang bisa menemani kita di alam kubur nanti, kecuali amal sholeh kita selama hidup di dunia. Oleh karena itu anakku, selagi masih diberi hidup oleh Allah SWT, perbanyaklah berbuat dan beramal sholeh sebagai bekalmu nanti menuju alam akhirat.

Setelah dibacakan surat wasiat tadi, bertangisanlah anak-anak almarhum tadi. Di akhir hayatnya ayah mereka masih meninggalkan nasihat yang sangat berharga untuk kehidupan mereka nanti.

Akhirnya sang ayah dimakamkan dengan dua  lembar kain kafan yang membungkus tubuh bekunya. Kaos kaki yang sudah bolong akan terus disimpan agar menjadi pengingat bagi anak-anaknya bahwa harta duniawi tidak ada yang bisa dibawa mati kecuali  amal soleh selama hidup di dunia sebagai bekal ke akhirat kelak.

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.