Kamis, 25 April 24

Ganti Rezim Ganti Sistem: SMI Cuma Dipakai …

Ganti Rezim Ganti Sistem: SMI Cuma Dipakai …

Oleh: Sri Bintang Pamungkas, Aktivis

 

Sudah lima tahunan saya tidak lewat daerah Santa, tepatnya Jalan Monginsidi, Wijaya, Senopati…, dan tentunya Tendean, di Kebayoran Baru, Jakarta.

Jumat lalu saya lewat sana, berangkat dari Cibubur lalu Buncit Raya. Jam 9 mulai masuk Buncit Raya di Ragunan sampai perempatan dengan Tendean hampir jam 12. Saya membatalkan ke Santa untuk mencari Mesjid di dekat situ.

Saya sungguh tidak tahu kemacetan akibat, entah apa, yang dibangun di perempatan Tendean-Buncit itu, tetapi dugaan saya itu sudah berlangsung lama, mungkin setahunan di jamannya Ahok. Yang membikin saya heran, kenapa Dishub DKI membiarkan kemacetan itu berlanjut terus. Artinya tidak ada rancangan untuk menghindari kemacetan akibat adanya pembangunan.Mereka tidak memikirkan inefisiensi yang berlangsung selama itu. Saya juga tahu, bahwa bukan di situ saja kemcetan terjadi, tetapi di mana-mana… baik akibat ada proyek baru maupun tak ada…, dan dibiarkan terus terjadi tanpa ditangani. Kalau di negara maju orang bekerja from 9 to 5… di Jakarta from 5 to 9 akibat kemacetan yang amat sangat parah sekali… dari tahun ke tahun!

Saya memang kagum melihat Santa di potongan Monginsidi sudah sangat berubah,selain indah juga mewah, mirip di Bali atau sepotong kota kecil di Barat. Tetapi ketika pulang, dari Santa jam 18.30, sampai di Cibubur hampir jam 22.30. Hanya untuk mencapai Gatot Subroto saja, harus berputar melewati Kedubes Australi, masuk Denpasar, lewat Balai Kartini… sebagai akibat tanda jalan yang keliru dan onggokan gorong-gorong yang belum terpasang dibiarkan mempersempit jalan… Luar biasa Dishub kita! Bung, ini Ibu Kota NKRI!

Dan ketika semua kendaraan merangkak di Tendean itu, di atas ada jalan layang Bus Way baru, juga bikinan Ahok, memanjang dari Blok M sampai entah mana, karena belum selesai, yang lengang tak terdengar deru bus… tentu salah dalam perencanaannya. Tidak cuma itu, juga terjadi di layang Antasari, layang Cassablanca, layang Semanggi… Kosong dg kendaraan yang lewat… Milyaran biayanya, tanpa manfaat yang memadai! Belum lagi jalur Busway Trans-Jakarta yang lengang, tapi di jalur sebelahnya seperti onggokan orang merangkak.

Itulah gambaran inefisiensi dalam skala Mikro di Indonesia. Pembangunan dan proses pembangunan yang tidak dirancang dengan baik, yang mengakibatkan kemacetan tanpa henti, konsumsi bensin yang berlipat, bisnis di sekeliling jalan yang sepi pengunjung nyaris mati, jalan layang yang mahal tapi lengang, ribuan kendaraan pribadi kosong karena bus umum yang tidak menarik, kesemrawutan dan perjalanan panjang yang membikin lelah… dan itu terjadi pada ribuan orang dari jam 5 sampai jam 9, dan dalam waktu bertahun-tahun…

Tidak heran temanku yang lama tinggal di luar negeri bergumam: “Kok bisa tahan hidup begini…”. Tentu maksudnya, sekali-kalilah berjalan-jalan ke luar negeri. Lho, bukankah para pejabat kita sudah bolak-balik ke luar negeri?! Termasuk yang suka membikin studi banding. Bukankah Ahok, Jokowi, dan Menteri-menteri, ternasuk Menteri Perhubungan dan Menteri PU, sudah sering berjalan-jalan ke luar Negeri?! Bukankah Sri Mulyani, Anies, para Gurubesar dan lain-lain adalah lulusan Luar Negeri?! Tapi, kenyataannya begitu! Saya sudah sampaikan kepada Anies perlunya Tahun Tata Kota Nasional… dimulai dari DKI untuk waktu 30 tahun… agar 30 tahun lagi wajah Ibukota tidak kumuh lagi. Mungkin belum sempat membaca…

Demikian pulalah gambaran inefisiensi dalam skala Makro. Jokowi membangun infrastruktur di Indonesia dengan beringas, spt Ahok di DKI, tapi tanpa rancangan yg baik dan benar. Mau menjadikan Indonesia Poros Maritim Dunia lewat Tol Laut. Padahal dia cuma Tukang Mebel, sehingga pasti banyak salahnya… Ahok yang katanya insinyur saja, entah keluaran mana, bikin jalan-jalan dan mengatur perlalu-lintasan di Jakarta, hampir bisa dibilang salah semua! Sekalipun akhirnya ketahuan, bahwa proyek-proyek Jokowi berada di bawah kendali RRC dengan Proyek OBOR (One Belt One Road) Dunianya. Tidak hanya itu, proyek-proyek infrastruktur dan lain-lain itu pun akan menjadi milik Cina RRC, karena itu semua pesanan RRC dan duit-duitnya pun dari RRC.

Selama tiga tahun terakhir target pajak kita tak tercapai, hilang minimal 500 triliun rupiah tiap tahun. Berarti terjadi Defisit APBN lebih-kurang sebesar itu pula setiap tahun. Dua hal yang menarik: Pertama para Konglomerat Mafia Cina bisa membangun terus… Bahkan bikin 17 Pulau Reklamasi dan Kota Meikarta. Sri Mul tidak berani “ngoprek-ngoprek” mereka dan membiarkannya. Di negara maju, mereka sudah dipanggil IRS (Internal Revenue Service) dengan tuduhan “ngemplang” bayar pajak. Sebenarnya, Mul punya instrumen untuk menarik utang dari para Taipan, tapi dia tidak mau mengganggu bisnis mereka. Mungkin karena otak Cinaisasinya…

Ke dua, yang “dioprak-oprak” dan diperas-peras adalah para Pribumi. Seperti Pribumi umumnya, dengan harga-harga yang naik, TDL naik, BBM naik… juga Petani, Buruh, dan ANS… pajak nikah-cerai, pajak Mobil-Motor, pajak Toll, pajak transfer uang… dan perampokan-perampokan Dana Pensiun PNS, ABRI dan Buruh, Dana Haji… Semua untuk menutup APBN yang kacau-balau karena targetnya tak ada yang tercapai… termasuk gagalnya Program Tax Amnesty. Kemiskinan turun sangat sedikit sekali, mungkin karena yang miskin-miskin keburu mati… seperti yang di Asmat, Papua, dan lain-lain. Kesejahteraan tidak bertambah baik, karena inflasi naik dan korupsi pun tidak pernah menurun. Rakyat pun banyak yang sekarat karena dana mereka dirampok Sri Mul.

Setiap ada presiden baru di negara mana saja, yang dibicarakan pertama adalah program peningkatan lapangan kerja. Presiden-presiden Indonesia, termasuk Jokowi, tidak pernah bicara lapangan kerja dan pengangguran. Bahkan orang-orang Cina RRC sengaja dimasukkan, diberi KTP Aspal, dikasih apartemen dan pekerjaan dengan gaji tinggi. Maka bisnis Warung Kejut, Parkir jalanan, Pak Ogah, Asongan dan Gepeng semakin.menjamur. Para homeless dan pengangguran berteriak ingin hidup…

Naiknya inflasi bisa dilihat dari turunnya daya beli. Tapi juga dari naiknya impor… beras, daging, jerohan, bahan-bahan baku yang sudah diolah, serta Sembako umumnya, terutama Sandang, Pangan dan Papan… yang terakhir ini tentu untuk rumah mewah. Ekspor juga meningkat, tapi pasti bukan barang-barang manufaktur… yang terus menurun. Yang terutama pasti menaikkan expor adalah bahan-bahan mentah minerba yang sedikit diolah, karena kita miskin Teknologi.

Sekalipun ekspor naik, tapi sampai di Neraca Berjalan (current account) sudah pasti menjadi negatip, karena impor jasa-jasa dan bayar bunga Utang Luar Negeri juga amat sangat besar. Maka Neraca Pembayaran kita pun negatip alias defisit. Orang Asing pun enggan berinvestasi, karena situasi “panas” antar golongan masyarakat dan antar elit-elit partai yang diciptakan Jokowi sendiri. Juga karena kecenderungan sukubunga naik setelah bursa AS jatuh selama seminggu kemarin. Defisit Budget baru AS yang lebih dari USD 1 trilyun juga akan menarik dana dunia ke sana.. Juga ke Irak yang mulai membangun pasca perang dengan dana USD 104 milyar. Dollar Indonesia sendiri menipis untuk mempertahankan nilai Rupiah…. itu pun sudah mulai goyah.

Pertumbuhan ekonomi tidak tercapai… 5% pun tidak cukup… stabilitas harga rentan… daya beli terus tergerus… pengangguran bertambah… beda kaya-miskin tidak banyak berubah, kecuali banyak yang middle class jatuh masuk menjadi kelompok miskin.

Tapi Sri Mul mendapat penghargaan sebagai Menteri Keuangan terbaik. Dia harusnya malu, karena yang bejasa adalah si miskin. Berjasa, karena segarusnya si Miskin berontak seperti di Pakistan, Afghanistan dan lain-lain. Rakyat Indonesia menerima nasib dengan ikhlas dan pasrah… mati pun rela… “diengkuk-engkuk” dan diinjak-injak pun “monggo” saja! Karena itu Jokowi semakin menjadi-jadi: “APBN kita dipuji Asing”, katanya. “Tandanya bagus!” Entah sampai kapan rakyat memilih tidur dan mati… Sementara Jokowi terus menghamba pada Asing dan Aseng.

Khaleeda Ziya, mantan Perdana Menteri 3 kali Pakistan dihukum 5 tahun penjara, karena memperkaya diri dengan USD 250 ribu. Sri Mul dan SBY mestinya masih harus diperiksa karena dana 6.7 trilyun Skandal Century belum terungkap menghilang ke mana. Perdana Menteri Israel akan didakwa korupsi USD 300 ribu dan direkomendasikan ditangkap. Penghargaan Uni Arab Emirat lewat kasak-kusuk dengan Konsultan Ekonomi-Politik Ernst & Young itu adalah tawaran untuk berhutang dari Kelompok Arab, karena IMF tidak ingin membebani Indonesia lebih berat. Sepertinya Cina juga mulai enggan, karena Jokowi belum tentu menang 2019…

Rakyat Indonesia yang suka “nrimo” dilipat-lipat oleh Penguasa zalim tentu perlu berkaca dengan rakyat Afrika. Robert Mugabe dari Zimbabwe dipaksa mundur karena korupsi… Sekarang Jacob Zuma dari Afrika Selatan diberi waktu 48 jam untuk mundur. Kapan rakyat Indonesia sadar untuk segera memaksa Jokowi mundur seperti Soekarno dan Soeharto… serta Mugabe dan Zuma!
Rakyat Indonesia tidak butuh penghargaan dunia. Silakan ambil, Mul… Paling tidak, kita tahu siapa kamu dan siapa kami! Kau tidak tahu apa efisiensi dalam ekonomi… Ekonomi Makronya!

@SBP
14/2/18

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.