Sabtu, 20 April 24

Sang ‘Spiderman’ Meringkuk di Hotel Prodeo

Sang ‘Spiderman’ Meringkuk di Hotel Prodeo
* Buku “Ahok Sang Pemimpin ‘Bajingan’" yang diluncurkan di Gedung Joeang, Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (14/5/2016). [Foto: Suara.com Dwi Bowo Rahardjo]

Jakarta, Obsessionnews.com –  Basuki Tjahaja Purnama naik kelas dari Wakil Gubernur DKI Jakarta menjadi Gubernur pada 2014. Pria yang akrab dipanggil Ahok ini menggantikan Joko Widodo (Jokowi) yang terpilih menjadi Presiden ketujuh RI. Ahok dilantik sebagai Gubernur DKI oleh Presiden Jokowi di Istana Negara pada 19 November 2014.

Saat menjadi orang nomor satu di DKI itulah Ahok acap kali membuat kegaduhan. Ahok terlibat perang mulut dengan beberapa anggota DPRD DKI. Mantan Bupati Belitung Timur ini dikenal gampang  mengumbar kata-kata kasar.

Namun, di mata para pendukungnya, Ahok adalah pemimpin yang hebat bak pahlawan. Ahok dicitrakan sebagai pemimpin yang bersih, berani memberantas korupsi, dan merakyat.

Sepak terjang mantan anggota Fraksi Partai Golkar DPR itu menginsipirasi dua penulis, Maksimus Ramses Lalongkoe dan Syaefurrahman Al-Banhary, membuat buku yang berjudul Ahok Sang Pemimpin ‘Bajingan’. Buku tersebut diluncurkan di Gedung Joeang, Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (14/5/2016).

Yang menarik, menurut kedua  penulis, Ahok tak keberatan terhadap judul buku itu. Lho, kok bisa?

Kata ‘bajingan’ dalam judul tersebut ternyata dimaksudkan dalam perspektif positif, yakni Ahok yang berani untuk mempertanggungjawabkan seluruh keputusan yang dia ambil.

Maksimus menjelaskan, kata ‘bajingan’ di judul buku tersebut melambangkan Ahok yang dinilai adalah sosok pemimpin yang mampu mengatasi para penjahat kerah putih yang dinilai tidak mampu dijinakkan oleh pemimpin lainnya. Maksimum menyebut buku tersebut memuat isi dari perspektif komunikasi.

“Buku ini adalah jembatan antara masyarakat dan pemimpinnya. Dan kami melihat dari sisi komunikasi,” ujar Maksimus dalam acara peluncuran buku tersebut.

Sebelum menerbitkan buku tersebut, penulis lainnya Syaefurrahman mengatakan ada ketakutan ketika pihaknya mendatangi Ahok. (Sumber 1)

“Kami takut ditolak oleh Pak Ahok karena ada kata kata-kata ‘bajingan’ di dalamnya. Pada saat itu saya siap-siap untuk menarik buku itu jika Pak Ahok tidak setuju,” ujar Syaefurrahman.

Dalam pertemuan tersebut, Syaefurrahman mengatakan bahwa Ahok tidak keberatan adanya buku itu. Tetapi Ahok sedikit terkejut ketika melihat judul yang dipakai di buku tersebut. (Sumber 2)

“Dia tidak keberatan, waktu ngobrol dia bilang ‘Wah, saya bajingan ya?’ Udah tersenyum saja,” ujar Syaefurrahman.

Selain itu, yang membuat Syaefurrahman yakin bahwa Ahok tidak keberatan hadirnya buku itu adalah Ahok mau menandatangani beberapa buku yang disodorkan ke Ahok. Dirinya menilai tidak akan ada tuntutan pencemaran nama baik dari Ahok jika buku tersebut diterbitkan ke publik.

“Beliau tanda tangan, ya sudah, artinya kami lepas dari tuntutan hukum. Ini kan menyangkut karakter orang, makanya kami lakukan audiensi,” ujar Syaefurrahman.

Di sampul buku tersebut terpampang wajah Ahok dengan tubuh seorang super hero Marvel yaitu Spiderman. Tampak super hero berkostum merah biru itu tengah melompat menebar jaring laba-laba.

Mengapa Spiderman yang mempunyai kekuatan jaring laba-laba dipakai pada sampul buku tersebut?

Maksimus mengungkapkan, pemilihan tokoh Spiderman yang dijadikan sampul buku melambangkan kepemimpinan Ahok bak pahlawan yang berani menentang seluruh kebijakan yang tidak sesuai dengan nilai kebenaran. (Sumber 3)

“Kenapa harus Spiderman, karena menurut kami penulis, Ahok itu orang yang selama ini sangat berani menentang semua orang yang menurut dia tidak setuju dengan jalan yang dia lalui, salah satunya dengan pemberantasan korupsi, bahkan BPK (Badan Pemeriksaan Keuangan) sekalipun dia tantang,” ujar Maksimus.

Sedangkan kekuatan jaring, lanjutnya, untuk menangkap para penjahat dan koruptor yang ingin bermain mata di pemerintahan DKI.

Sementara itu Syaefurrahman mengatakan makna jaring tersebut juga bisa berbalik kepada Ahok jika tidak berhati-hati antara tindakan dan ucapan.

“Kalo tidak sama antara omongan dan tindakan, jaring juga akan mengenai Ahok, jadi dia harus hati-hati,” ujarnya.

Di sampul buku tersebut terpampang wajah Ahok dengan tubuh seorang super hero Marvel yaitu Spiderman. Tampak super hero berkostum merah biru itu tengah melompat menebar jaring laba-laba.

Mengapa Spiderman yang mempunyai kekuatan jaring laba-laba dipakai pada sampul buku tersebut?

Maksimus mengungkapkan, pemilihan tokoh Spiderman yang dijadikan sampul buku melambangkan kepemimpinan Ahok bak pahlawan yang berani menentang seluruh kebijakan yang tidak sesuai dengan nilai kebenaran. (Sumber 3)

“Kenapa harus Spiderman, karena menurut kami penulis, Ahok itu orang yang selama ini sangat berani menentang semua orang yang menurut dia tidak setuju dengan jalan yang dia lalui, salah satunya dengan pemberantasan korupsi, bahkan BPK (Badan Pemeriksaan Keuangan) sekalipun dia tantang,” ujar Maksimus.

Sedangkan kekuatan jaring, lanjutnya, untuk menangkap para penjahat dan koruptor yang ingin bermain mata di pemerintahan DKI.

Sementara itu Syaefurrahman mengatakan makna jaring tersebut juga bisa berbalik kepada Ahok jika tidak berhati-hati antara tindakan dan ucapan.

“Kalo tidak sama antara omongan dan tindakan, jaring juga akan mengenai Ahok, jadi dia harus hati-hati,” ujarnya.

Nodai Agama Islam, Meringkuk di Hotel Prodeo

Periode 2015 hingga 2016 popularitas Ahok melejit. Survei yang dilakukan sejumlah lembaga survei menyebut elektabilitas Ahok paling tinggi di antara para calon gubernur pada Pilkada DKI 2017.

Namun, sayangnya, seiring melambungnya popularitas dan elektabilitasnya tersebut Ahok tak mampu mengubah kebiasaan buruknya dalam bertutur kata. Ucapan-ucapan kasarnya itu kemudian menjadi bumerang bagi dirinya sendiri.

Ahok pemeluk  agama Kristen Protestan.  Warga keturunan Cina ini  dengan lancang mencampuri urusan agama lain, yakni Islam. Ia menyinggung soal Alquran surat Al Maidah ayat 51 di sebuah acara di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, Selasa (27/9/2016). Ketika itu Ahok antara lain mengatakan,”..jadi jangan percaya sama orang, kan bisa saja dalam hati kecil Bapak Ibu nggak bisa pilih saya ya kan? dibohongi pakai Surat Al-Maidah 51, macam-macam itu. Itu hak Bapak-Ibu ya. Jadi kalau Bapak-Ibu perasaan enggak bisa kepilih nih, karena saya takut masuk neraka karena dibodohin gitu ya, enggak apa-apa.

Ucapan mantan politisi Partai Gerindra tersebut membuat umat Islam tersinggung dan melaporkannya ke polisi. Sementara itu Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat dalam pernyataan sikap keagamaannya, Selasa (11/10/2016), menyebut perkataan Ahok dikategorikan menghina Alquran dan menghina ulama yang berkonsekuensi hukum.

Pernyataan Ahok tersebut menimbulkan gelombang demonstrasi di Jakarta dan berbagai daerah di tanah air.  Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) mengoordinir massa berunjuk rasa yang dibingkai dengan sebutan Aksi Bela Islam (ABI) di Jakarta pada tahun 2016 dengan tuntutan tangkap dan penjarakan Ahok. ABI jilid 1 digelar pada Jumat (14/10/2016) atau dikenal dengan sebutan Aksi 1410. GNPF MUI kembali menggelar ABI jilid 2 pada Jumat (4/11/2016) atau Aksi 411 dan ABI jilid 3 pada Jumat (2/12/2016) atau Aksi 212.

Jutaan orang mengikuti Aksi Bela Islam 3 yang menuntut Ahok dipenjara di Jakarta, Jumat (2/12/2016). (Foto: Edwin B/Obsessionnews.com).

Aksi 1410 diikuti ribuan orang. Jumlah peserta meningkat menjadi sekitar 3,2 juta orang pada Aksi 411. Antusiasme warga Muslim terus meningkat menjadi sekitar 7,5 juta orang pada Aksi 212.

Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri menetapkan Ahok sebagai tersangka dugaan penistaan agama pada Rabu (16/11/2016). Statusnya berubah menjadi terdakwa saat menjalani sidang perdana di Pengadilan Negeri Jakarta Utara pada Selasa (13/12/2016).

Setelah Ahok menjadi terdakwa gelombang unjuk rasa anti Ahok terus bergulir. Massa dari berbagai ormas yang dikoordinir Forum Umat Islam (FUI) menggelar Tausiyah Nasional di Masjid Istiqlal, Jakarta, Sabtu (11/2/2017).

FUI kembali menggelar massa berunjuk rasa di Gedung DPR/MPR pada Selasa (21/2/2017). Selain menuntut Ahok dipenjara, dalam aksi ini juga menuntut Ahok dipecat dari jabatannya.

Karena tuntutannya tak dipenuhi, massa yang dikoordinir FUI yang kembali menggelar demonstrasi besar-besaran di sekitar Istana Presiden pada Jumat (31/3/2017).

Aksi Simpatik 55 yang menuntut tegakkan hukum seadil-adilnya pada Ahok, terdakwa penistaan agama Islam di Jakarta, Jumat (5/5/2017).

Pada Jumat (5/5/2017) GNPF MUI menggelar unjuk rasa besar-besaran di sekitar Gedung Mahkamah Agung, Jakarta Pusat. Demo yang dikemas dengan label Aksi Simpatik 55 ini menuntut Ahok dipenjara.

Dalam sidang ke-20 kasus dugaan penodaan agama yang digelar Pengadilan Negeri Jakarta Utara di Auditorium Kementerian Pertanian, Ragunan, Jakarta Selatan, Kamis (20/4/2017), Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut Ahok 1 tahun penjara dengan masa percobaan selama 2 tahun. Jaksa menilai Ahok terbukti melakukan perasaan kebencian di muka umum dan menyinggung golongan tertentu.

“Menuntut supaya majelis hakim yang mengadili perkara ini menyatakan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama terbukti bersalah menyatakan perasaan kebencian,” ujar ketua tim jaksa Ali Mukartono.

Ahok dianggap jaksa terbukti melakukan penodaan agama karena menyebut Surat Al-Maidah saat bertemu dengan warga di Kepulauan Seribu, pada 27 September 2016. Penyebutan Surat Al-Maidah ini, menurut jaksa, dikaitkan Ahok dengan Pilkada DKI Jakarta.

“Menjatuhkan hukuman kepada terdakwa dengan pidana penjara selama 1 tahun dengan masa percobaan 2 tahun,” ujar jaksa.

Ahok menyampaikan pledoi (pembelaan) dalam sidang  ke-21, Selasa (25/4/2017) di tempat yang sama.  Dalam pledoi yang berjudul Tetap Melayani Walaupun Difitnah, Ahok mengibaratkan dirinya sebagai ikan kecil Nemo yang berenang di Jakarta.

Dalam sidang ke-22, Selasa (9/5/2017), Ahok dinyatakan terbukti bersalah melakukan penodaan agama tentang Alquran Surat Al Maidah 51. Untuk itu dia dihukum 2 tahun penjara. Hakim ketua Dwiarso Budi Santiarto menyatakan Ahok  terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana melakukan penodaan agama dengan penyebutan surat Al Maidah 51.

“Dari ucapan tersebut terdakwa telah menganggap surat Al Maidah adalah alat untuk membohongi umat atau masyarakat, atau surat Al Maidah 51 sebagai sumber kebohongan dan dengan adanya anggapan demikian maka menurut pengadilan terdakwa telah merendahkan dan menghina surat Al Maidah ayat 51,” papar hakim dalam pertimbangan hukum.

Setelah divonis dua tahun penjara, sang ‘Spiderman’ langsung meringkuk di hotel prodeo. Ahok ditahan di Rutan Cilpinang, Jakarta Timur.

Sudah jatuh tertimpa tangga pula. Itulah nasib Ahok. Ia kalah dalam Pilkada DKI 2017 putaran kedua yang digelar pada Rabu (19/4) lalu. Ahok yang berpasangan dengan Wakil Gubernur DKI Djarot Saiful Hidayat takluk melawan duet Anies-Baswedan.

Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah mengesahkan hasil rekapitulasi penghitungan suara tingkat provinsi, Minggu (30/4). Anies-Sandi memperoleh 3.240.987 suara atau 57,96%. Sedangkan Ahok-Djarot mendapat 2.350.366 suara atau 42,04%.

Jumat (5/5) KPU DKI menetapkan Anies-Sandi sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur terpilih. Anies-Sandi akan dilantik pada Oktober mendatang untuk periode 2017-2022.

Setelah kalah di Pilkada DKI 2017, kini Ahok meringkuk di penjara. (arh)

Baca Juga:

Terima Kasih, Ahok!

Belajar dari Kasus Ahok

Jokowi Minta Semua Pihak Hormati Vonis Ahok

Terbukti Nodai Agama, Ahok Dihukum 2 Tahun Penjara

 

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.