Kamis, 18 April 24

Bambang Soesatyo SE MBA, Ketua Komisi III DPR: Pemberantasan Korupsi Jangan Lahirkan Festivalisasi

Bambang Soesatyo SE MBA, Ketua Komisi III DPR: Pemberantasan Korupsi Jangan Lahirkan Festivalisasi

Di pentas politik, nama Bambang Soesatyo begitu tersohor. Sosok vokalis di parlemen dari Partai Golkar ini serius memainkan perannya sebagai pengawas Negara. Tak peduli siapapun yang dianggapnya melenceng dari aturan main konstitusi pasti ia kritisi. Ketua Komisi III DPR RI tersebut pun memiliki komitmen kuat dalam memberantas korupsi.

 

Menjadi anggota DPR merupakan obsesi Bambang sejak muda. Keinginannya itu didasari niat memperjuangkan aspirasi rakyat agar hidup sejahtera, nyaman, dan aman. Untuk mewujudkan cita-citanya tersebut, Bambang memilih bergabung dengan Golkar, partai terbesar di era Orde Baru. Ia berkecimpung di partai berlambang pohon beringin ini pada pertengahan tahun 1990an. Pada Pemilu 2009, Bambang berhasil terpilih menjadi anggota DPR periode 2009-2014 dari daerah pemilihan (dapil) Jawa Tengah VII yang meliputi Banjarnegara, Purbalingga, dan Kebumen. Ia tercatat sebagai salah seorang anggota DPR yang terpopuler.

 

Namanya melambung ketika terjadi skandal Bank Century. Dialah satu dari sembilan anggota DPR yang membentuk Panitia Khusus Hak Angket Bank Century. Bambang juga gigih memperjuangkan sarana dan prasarana di daerah pemilihannya, yakni membangun jalan, jembatan, dan lain sebagainya.

 

Di periode keduanya, ia dipercaya menduduki posisi strategis sebagai Ketua Komisi yang membidangi hukum, HAM, dan Keamanan. Sejumlah langkah pun digulirkan untuk menuntaskan permasalahan korupsi hingga keamanan nasional. Sejumlah langkah ia lakukan untuk menjalani perannya sebagai wakil rakyat yang membidangi masalah antara lain penegakan hukum. Dalam soal pemberantasan korupsi, Bambang intens melakukan rapat dengan mengundang KPK, Kapolri, dan Jaksa Agung.

 

“Selama 15 tahun KPK berdiri, kita belum melihat kemajuan yang signifikan dalam menekan perilaku koruptif bahkan sebaliknya makin masif,” ujar pria yang karib disapa Bamsoet ini. Menurutnya, masyarakat tentunya ingin pemberantasan korupsi tidak hanya menghasilkan kegaduhan dan festivalisasi. Tapi juga hasil nyata terhadap pertumbuhan ekonomi, bisnis, dan kesejahteraan masyarakat. Ini sekaligus mengkritisi pola pemberantasan korupsi yang dilakukan KPK.

 

Ia menilai pola KPK justru kontraproduktif bagi pembangunan nasional. “Banyak dana mengendap di bank-bank daerah karena para pimpro, kepala daerah, dan kementerian terkait tidak berani mengeksekusi berbagai program pembangunan karena takut dipenjarakan KPK. Mereka tidak berani menggunakan diskresi dan kewenangannya,” urainya. Begitu juga para pengusaha menghadapi dilema luar biasa. Karena itu, imbuhnya, pola KPK tersebut akan dievaluasi dan bicarakan dengan para pemangku kepentingan penegak hukum yaitu Jaksa Agung, Kapolri dan Pimpinan KPK.  “Harus ada keselarasan dalam merealisasikan agenda pemberantasan korupsi.

 

Kita tidak ingin agenda pemberantasan korupsi dibajak untuk kepentingan sekelompok golongan, politik, kekuasaan maupun ekonomi dengan berbagai turunannya,” tandasnya. Komisi III juga meminta ketiga
lembaga tersebut tak ada ego sektoral. Soal pembentukan Densus Tipikor yang diharapkan bisa berjalan di tahun 2018.Ke depannya, Komisi III juga akan memanggil Kemenkum HAM dan BPK. Khusus untuk BPK, Komisi III akan bertanya soal kerugian negara saat seseorang ditetapkan sebagai tersangka. Sebelumnya, Komisi III menggelar rapat kerja dengan Kepala Kepolisian RI Tito Karnavian beserta jajaran. “Ada beberapa permasalahan yang dibahas dalam rapat,” ujar Bambang. Seperti penembakan tiga personel Brimob di Blora, Jawa Tengah.

 

Ia menuturkan, pihaknya meminta agar Kapolri lebih ketat kepada pelaku dan memberikan penindakan tegas kepada atasannya. Terutama dalam hal pengawasan persenjataan yang dimiliki Anggota Polri. Soal polemik impor senjata oleh Polri, yang diramaikan Panglima TNI Gatot Nurmantyo, Bambang mengatakan, “Belakangan kita sudah mendapat penjelasan dari menko Polhukam Wiranto, urusan ini sudah diselesaikan dengan baik, antar instansi di bawah Kemenko Polhukam.” Soal Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan KPK, Komisi III berharap tidak boleh ada lagi OTT yang tidak diketahui Kapolda di daerah Polda masingmasing, di seluruh Indonesia.

 

“Seperti peristiwa OTT di Batu. Kami mengingatkan agar penggunaan aparat bersenjata untuk mengamankan OTT tidak berlebihan seperti menangkap teroris, padahal yang di OTT adalah pejabat Negara yang tidak mungkin punya pasukan bersenjata,” ungkapnya. Terkait pemanggilan paksa. Bambang menjelaskan, sesuai UU MD3, DPR RI diberi kewenangan untuk memanggil paksa seseorang setelah tiga kali berturut-turut yang bersangkutan tidak hadir dengan alasan yang jelas. UU itu mengamanatkan, pemanggilan paksa dapat dilakukan dengan bantuan Polri.

 

Selain menjadi bagian dari perjuangan mewujudkan Indonesia yang bebas korupsi, Bambang juga memiliki obsesi terhadap lembaga perwakilan rakyat. Ia berobsesi DPR menjadi parlemen modern. Bukan gedungnya yang modern, tetapi pemikirannya yang modern. Baginya, berpikir modern itu adalah berpikir ke depan, bukan berpikir mundur ke belakang. Oleh karena itu para anggota DPR harus mengikuti perkembangan teknologi untuk mempermudah menjalankan tugasnya. (Naskah: Giattri F.P., Foto: Sutanto/Dok. Pribadi)

 

Artikel ini dalam versi cetak dimuat di Majalah Men’s Obsession edisi Oktober 2017.

 

Baca Juga:

Dr.H. Fadli Zon, SS., M.Sc Wakil Ketua DPR RI Koordinator Politik dan Keamanan (Korpolkam), Sosok Multidimensi

13 Tokoh DPR Berdedikasi 2017 Versi Men’s Obsession

 

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.