Kamis, 28 Maret 24

Breaking News
  • No items

Novel Baswedan dan Kasus Pencurian Sarang Burung Walet

Novel Baswedan dan Kasus Pencurian Sarang Burung Walet
* Novel Baswedan (Foto: Jawapos.com)

Jakarta, Obsessionnews.com – Kasus Novel Baswedan menangkap sekawanan pencuri sarang burung walet pada tahun 2004 kembali mencuat ke permukaan.

Hal tersebut mencuat lantaran pencuri sarang burung walet, Irwansyah Siregar, mengaku diperlakukan tidak adil saat menjadi tersangka. Saat di Pantai Panjang sekitar pukul 23.00 WIB, dia mengklaim sempat dipukul, disetrum kemaluannya dan ditembak kakinya. Saat itu Novel menjabat kepala satuan reserse kriminal Polres Bengkulu.

Dia menyebut sikap Novel saat itu layaknya iblis dan bisa dibilang melebihi kader Partai Komunis Indonesia (PKI). “Kami disiksa dan kemaluan kami disetrum. Kalau saudara tahu, beliau (Novel) itu biadab, lebih-lebih dari PKI,” ujar Irwansyah di kawasan SCBD, Jakarta, Selasa (22/8/2017).

“Habis ditembak kami masih disiksa, baru diinterogasi dan ditanya-tanya hingga pukul 05.00 WIB. Kami tidak mendapatkan pengobatan meski dibawa ke rumah sakit,” ungkapnya.

Tidak hanya itu, Irwansyah mendesak dipertemukan dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk meminta keadilan atas perlakuan yang pernah dialaminya saat berada dalam tahanan. Irwansyah juga mengaku telah mengirimkan surat kepada Jokowi yang bertajuk “Surat Kecil Untuk Wakil Tuhan”.

“Saya berharap pada surat ini. Ini surat kedua kali untuk presiden. Mudah-mudahan Jokowi beri keadilan untuk rakyat kecil, yang mana kata beliau pro rakyat kecil. Kami inilah rakyat kecil,” tuturnya.

Selain memberikan surat kepada Jokowi, Irwansyah juga melaporkan kasusnya itu kepada pansus hak angket terhadap KPK hingga memberikan keterangan dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) di DPR.

Adapun tersangka yang dihadirkan di RDPU adalah Irwansyah Siregar, Dedi Nuryadi, Doni, dan Rusli Aliansyah yang didampingi kuasa hukumnya, Yuliswa. Dalam paparannya, Irwansyah menjabarkan kekejaman Novel saat menangkap mereka.

“Kami ditangkap 18 Februari 2004. Memang kami maling sarang burung walet tapi kami tidak melakukan perlawanan. Kami ditangkap, dibawa ke Polresta Bengkulu. Sampai di sana kami tidak ditanya-tanya, langsung disiksa dengan menggunakan celana dalam saja,” tutur Irwansyah di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (22/8/2017).

Sementara itu ada pihak menilai bahwa kasus ini tidak relevan kalau dibawa ke pansus angket karena kasus ini terjadi saat Novel masih menjabat penyidik di Kepolisian. “Pansus dibentuk untuk KPK ya nggak nyambung. Sebab, kasus Novel terjadi tahun 2004, sementara pansus ini adalah pansus hak angket KPK,” ungkap peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Donal Fariz.

Padahal saat kejadian itu, Novel masih menyandang status sebagai Kasat Reskrim di Polres Bengkulu. Otomatis Novel belum menjabat sebagai penyidik di KPK. Justru dari sini penyidik senior KPK tersebut seolah diincar.

“Ya, bisa jadi ini unsur memanfaatkan momen untuk tujuan yang tidak jelas. Kan kasus ini justru dulu keluarganya pasif kan. Tidak mau melanjutkan kasus ini. Kan gitu kira-kira dulu tuh. Mereka menganggap keluarga sudah melupakan kasus ini. Itu kan 2012 dulu, mereka kan menyebut kasus ini sudah closed (ditutup). Keluarga sudah menerima. Novel justru tidak melakukan apa-apa. Sekarang kok justru aneh mengincar Novel?” ungkapnya.

Apa kaitannya dengan masalah Novel sebelum mengabdi di lembaga antirasuah? “Tidak ada relevansinya Pansus dibentuk untuk melihat pelaksanaan UU oleh KPK, dengan kasus Novel masa lalu saat masih menjadi penyidik di Kepolisian. Itu dua waktu yang berbeda dan dua objek yang berbeda,” tegas Donal.

Selain itu mantan Pimpinan KPK Bibit Samad Rianto menilai masyarakat  sekarang sudah pintar dan sudah bisa menilai siapa di balik tindakan tidak relevan ini

“Ya memang (tidak relevan). Mestinya kan masyarakat bisa menilai, siapa itu di belakang mereka? Ada-ada saja, sehingga masalahnya kan dikait-kaitkan dengan politik. Kalau itu kasus pidana kenapa dikaitkan ke hak angket?” kata Bibit

Semestinya, kata Bibit, kasus hukum tidak ditarik ke ranah politik lewat Pansus Hak Angket. Bibit menyatakan ini seolah memanfaatkan momen. Dia pun mengenang saat periodenya menjabat di lembaga antirasuah dulu juga terjadi hal serupa.

“Semua mau dicari, kemudian seperti jilid 3 itu kan diadukan semua, bermasalah semua. Ya kalau orang dicari-cari kesalahannya seperti apa kan pasti ketemu. Tapi relevan apa enggak? Kalau Anda bilang nggak relevan, ya nggak relevan. Hanya meramaikan suasana gitu. Seolah-olah KPK brengsek semua,” ujarnya.

Sebagai informasi, penyidik senior KPK Novel Baswedan diduga melakukan penganiayaan dan penembakan terhadap para pelaku pencurian sarang burung walet, 2004 silam.

Novel yang kala itu menjabat sebagai Kasat Reskrim Polres Bengkulu, diduga menyiksa, menyentrum kemaluan, hingga menembak kaki para pelaku.

Bahkan terdapat korban salah tangkap yakni Dedi Nuryadi, serta Yulian Yohanes alias Aan yang meregang nyawa akibat perdarahan di kakinya setelah ditembak.

Kelima korban penganiayaan berusaha mencari keadilan dengan melaporkan Novel ke Mabes Polri. Mereka juga berniat mendatangi Presiden Jokowi dan Komisi III DPR. (Iqbal)

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.