Jumat, 19 April 24

Idham Chalid Tokoh yang Memiliki Peran Ganda

Idham Chalid Tokoh yang Memiliki Peran Ganda
* KH Idham Chalid.

Jakarta, Obsessionnews.com – Idham Chalid adalah tokoh karismatik ‎asal Satui, Kalimantan Selatan, yang pernah menduduki jabatan pimpinan di eksekutif dan legislatif baik, yakni menteri dan Ketua MPR/DPR. Ia tidak hanya dikenal sebagai seorang politisi, tapi juga sebagai seorang ulama.‎

Karena itu, tokoh nasional ini disebut sebagai orang yang mampu berperan ganda dalam satu situasi. ‎Sebagai ulama, ia mampu bersikap fleksibel dan akomodatif dengan tetap berpegang pada tradisi dan prinsip Islam yang diembannya.

Sebagai politisi, ia mampu melakukan gerakan strategis, kompromistis, termasuk kemampuan mengubah warna kulit politik dan kemampuan beradaptasi terhadap penguasa politik ketika itu, baik di era Orde Lama maupun pada saat Orde Baru. ‎

‎Peran ganda dan kemampuan beradaptasi dan mengakomodir itu kadang kala membuat banyak orang salah memahami dan mendepkripsikan diri atas pemikiran serta sikap-sikap sosio-politiknya.

Namun jika disimak dengan seksama, sesungguhnya Idham  yang berlatarbelakang guru itu adalah seorang tokoh nasional (bangsa) yang visi perjuangannya dalam berbagai peran selalu berorientasi pada kebaikan serta manfaat bagi umat dan bangsa.

Dengan visi  ‎perjuangan seperti itu, pemimpin Nahdlatul Ulama (NU) selama 28 tahun (1955-1984) itu ‎berpandangan tak harus kaku dalam bersikap, sehingga umat selalu terjaga ‎kesejahteraan fisik dan spiritualnya. Apalagi situasi politik di masa demokrasi terpimpin dan demokrasi Pancasila, tidak jarang adanya tekanan keras dari pihak penguasa serta partai politik dan ormas radikal.

Dengan kepiawaiannya Idham mampu mengambil peran untuk menjaga marwah NU sebagai organisasi Islam terbesar di Indonesia. Karakter NU-nya yang kuat mampu mengantarkan Idham menjadi pemimpin di tiga partai politik yang berbeda yakni, Masyumi, NU dan PPP. Ia adalah salah seorang tokoh yang mendirikan PPP.

Sebagai gambaran Arief Mudatsir Mandan, tokoh PPP yang juga penulis buku “Napak Tilas Pengabdian Idham Chalid” mencatat sosok Kiai Idham merupakan teladan bagi generasi muda NU dan bangsa Indonesia. Ia disebut sebagai tokoh nasional yang lahir dari bawah.‎

“Kiprah dan peran Idham Chalid tergolong istimewa. Ia bukanlah sosok yang berasal dari warga kota besar. Ia hanyalah putra kampung yang merintis karier dari tingkat yang paling bawah, sebagai guru agama di kampungnya,” ujar Arif.

“Tapi kegigihannya dalam berjuang, dan kesungguhannya untuk belajar dan menempa pribadi, telah mengantar dirinya ke puncak kepemimpinan nasional yang disegani hingga kini,” tambahnya. ‎

Banyak kalangan pengamat politik Indonesia mencatat bahwa Idham Chalid merupakan salah seorang dari sedikit politisi Indonesia yang mampu bertahan pada segala cuaca‎. Ia pernah pula menjadi Wakil Perdana Menteri dalam Kabinet Ali-Roem-Idham, dalam usia yang masih sangat belia, 34 tahun.

Sejak itu Idham Chalid terus menerus berada dalam lingkaran kekuasaan. D‎i organisasinya, ia dipercaya warga nahdliyyin untuk memimpin NU di tengah cuaca politik yang sulit, dengan memberinya kepercayaan menjabat sebagai Ketua Umum Tanfidziah PBNU selama 28 tahun (1956-1984).‎

Di samping berada di puncak kekuasaan pimpinan NU, ia juga dipercaya menjadi Wakil Perdana Menteri II dalam Kabinet Ali Sastroamidjojo (PNI), 1956 – 1957. Saat kekuasaan Bung Karno jatuh pada 1966, Idham Chalid yang dinilai dekat dengan Bung Karno ini tetap mampu bertahan.

Presiden Soeharto pun memberinya kepercayaan selaku Menteri Kesejahteraan Rakyat (1967 – 1970), Menteri Sosial Ad Interim (1970 – 1971) dan setelah itu Ketua MPR/DPR RI (1971 – 1977) dan Ketua DPA (1977 -1983).

Prestasi Idham terus melonjak ketika partai-partai Islam berfusi dalam Partai Persatuan Pembangunan (PPP) pada tanggal 5 Januari 1973. Mantan guru agama di Pondok Pesantren Modern Gontor Ponorogo ini tampil menjadi ketua umum, sekaligus Presiden PPP. ‎

Dari sisi wawasan keilmuwan dan kemahiran, sosok Idham Chalid dikenal sebagai ulama yang mahir berbahasa Arab, Inggris, Belanda, dan Jepang. Ia juga menyandang gelar doctor honoris causa dari Universitas Al-Azhar, Kairo. Idham Chalid merupakan khazanah yang tak ternilai bagi bangsa ini.‎ (Albar)

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.