Sabtu, 20 April 24

Supir Taksi di Pulau Lombok, Orang Sasak yang Taat Beragama

Supir Taksi di Pulau Lombok, Orang Sasak yang Taat Beragama
* Masjid Islamic Center di tengah kota Mataram (Sumber: bimasislam.kemenag.go.id)

Bulan lalu saya berkesempatan membawa anak istri jalan-jalan ke Pulau Lombok.  Saya sudah dua kali ke Pulau Lombok tapi tidak bersama keluarga. Kali ini ketika sedang libur lebaran saya ingin membawa mereka ke Pantai Senggigi, Lombok Barat. Dari Bandung kami naik Lion Air pukul 6 pagi, lalu transit di Juanda Surabaya selama dua jam kurang. Setelah menyambung perjalanan dengan pesawat Lion yang lain, kami sampai di Bandara Internasional Lombok di Praya, Lombok Tengah, pukul 11.30 siang waktu setempat (WITA).

Hari itu adalah hari Jumat. Kami naik taksi resmi bandara dengan tujuan hotel Holiday Resort di Batu Layar, Senggigi, Lombok Barat. Tarifnya Rp240.000, karena jaraknya cukup jauh. Perjalanan ke Senggigi dari Bandara memakan waktu sekitar satu jam 20 menit. Sepanjang jalan dari Bandara menuju Senggigi terasa sekali suasana sepi. Masyarakat Lombok baru saja merayakan lebaran Idul Fitri  seperti umat Islam lainnya di tanah air. Tetapi perayaan lebaran yang lebih meriah adalah seminggu sesudahnya, yang disebut Lebaran Ketupat, atau Lebaran Topat.

Jalan raya dari bandara menuju kota Mataram sangat mulus laksana jalan tol saja. Hanya ada satu dua kendaraan yang melintas. Suasana sepi ini mungkin karena kaum muslimin sedang menunaikan ibadah sholat Jumat.

Tiba-tiba di tengah perjalanan, supir taksi meminta izin apakah dia boleh berhenti sebentar di masjid untuk menunaikan sholat Jumat. Kebetulan kami hampir memasuki kota Mataram. Dia akan mencari masjid terdekat yang akan siap menunaikan sholat Jumat. Jadi tidak sampai ikut mendengarkan khutbah Jumat. Kemungkinan nanti sholat Jumat di  masjid Islamic Center yang baru dan megah di Kota Mataram. Kalau tidak

Saya langsung menyetujui permintaan supir taksi tesrebut. Ibadah sholat Jumat di masjid wajib bagi laki-laki muslim.

Yang membuat saya kagum adalah meski sedang bekerja mencari nafkah (mengemudi taksi), tapi dirinya tidak mau melalaikan sholat Jumat. Saya tidak pernah menemui supir taksi atau supir bus jarak jauh di kota-kota lain seperti itu, yang meminta izin kepada penumpang untuk berhenti sebentar buat sholat Jumat, mereka tetap saja menarik taksi/membawa penumpang (ibadah sholat Jumat meliputi khutbah Jumat dan sholat dua rakaat).

Setelah mencari masjid yang sedang khutbah Jumat dan menunjukkan tanda-tanda akan berakhir, pak supir akhirnya berhenti di sebuah masjid di dalam kompleks kantor Pemerintah. Dia meminggirkan mobilnya di pinggir jalan di depan kantor itu.  Sepanjang jalan banyak mobil yang parkir karena pemiliknya sedang sholat Jumat. Dia meninggalkan taksi kepada kami dalam keadaan AC nyala dan pintu tidak dikunci.

Saya tidak ikut sholat Jumat karena ada keringanan (rukshah) sebagai musafir. Saya nanti akan sholat jamak Dhuhur dan Ashar di kamar hotel saja. Saya dan keluarga menunggu di dalam taksi.

Ada sekitar 15 menit kami menunggu di dalam taksi. Sholat Jumat sudah usai. Setelah itu terlihat supir taksi tadi datang dengan terburu-buru sambil meminta maaf karena kami lama menunggu. Tidak apa-apa, kata saya tersenyum. Perjalanan dilanjutkan lagi menuju Senggigi.

Supir taksi ini orang dari suku Sasak, yaitu suku asli di Pulau Lombok. Suku Sasak dikenal sebagai suku yang  taat menjalankan agama. Jika Pulau Bali dijuluki Pulau Seribu Pura, maka Pulau Lombok sendiri dijuluki pulau Seribu Masjid karena terdapat ribuan masjid di sana.

Orang Sasak belajar agama Islam dari ulama yang disebut Tuan Guru , jika di Pulau Jawa namanya Kyai.  Jika di Jawa masyarakat santri sangat patuh kepada kyai pondok pesantren, maka di Pulau Lombok orang Sasak takzim dan sangat menghormati Tuan Guru.

Gubernur NTB sekarang adalah seorang Tuan Guru Haji (TGH) Muhammad Zainul Majdi yang juga dikenal sebagai Tuan Guru Bajang. Demikan tingginya penghormatan orang Sasak kepada Tuan Guru, maka ketika Tuan Guru mereka dilecehkan, mereka bangkit untuk membelanya.

Kita masih ingat kejadian terakhir ketika Gubernur NTB yang juga Tuan Guru mendapat pelecehan kata-kata kotor dari seorang  warga Indonesia etnik tertentu di Bandara Changi Singapura. Mendengar kabar Tuan Guru mereka dilecehkan, masyarakat  Sasak melakukan demo di seantero Pulau Lombok, begitu juga masyarakat Sasak di Jakarta. Kasus ini sudah dilaporkan ke Kepolisian, tetapi sampai  sekarang tidak ada lagi kejelasannya.

Jika di Pulau Jawa ormas keagamaan tradisional yang dominan adalah Nahdlatul Ulama (NU), maka di Pulau Lombok ormas keagamaan  yang dominan adalahNahdlatul Wathan (NW). NW merupakan ormas yang bergerak dalam bidang pendidikan dan sosial keagamaan. Organisisasi ini memiliki sekolah mulai dari SD sampai perguruan tinggi. Pemimpin tertinggi Nahdlatul Wathan disebut Tuan Guru Bajang.

Kembali ke cerita di atas. Akhirnya sampailah kami diantar supir taksi yang saleh tadi ke hotel tujuan kami di Senggigi. Kami tidak berlama-lama berlibur di Senggigi, karena hari Minggu tanggal 2 Juli 2017 adalah perayaan Lebaran Ketupat besar-besaran di Senggigi.Lebaran Ketupat (atau Lebaran Topat) dirayakan seminggu setelah hari H Idul Fitri. Perayaannya dipusatkan di Senggigi. Hampir seluruh masayarakat Sasak dari berbagai daerah di Pulau Lombok mendatangi Pantai Senggigi. Mereka membawa makanan berupa ketupat dan sayurannya lalu dimakan ramai-ramai di sepanjang Pantai Senggigi.

Jadi, sudah dapat dipastikan jalanan akan macet total dengan kendaraan dan lautan manusia. Anda akan kesulitan menuju Bandara, kecuali berangkat pagi-pagi sekali. Jika memaksakan diri menuju bandara pada siang hari, dipastikan akan menempuh perjalanan berjam-jam  lamanya (sekitar lima sampai enam jam) dan mungkin anda akan ketinggalan pesawat. Informasi ini saya peroleh dari supir taksi.

lebaran-topat guidelombok.com

Perayaan lebaran topat (Sumber foto: guidelombok.com)

Nah, ketika berangkat ke Bandara dari hotel kami memesan taksi Blue Bird. Taksi ini banyak mangkal di sekitar Senggigi dan dapat kita minta pergi kemana saja di seluruh Pulau Lombok.

Kali ini saya mendapat pengalaman yang sama mengesankan seperti kisah supir taksi di atas. Kami berangkat dari hotel pukul 16.00 sore WITA. Perkiraan saya akan sampai di Bandara LIA jam 17.30. Dari Senggigi ke Bandara melewati kota Mataram lagi.  Ketika sampai di Ampenan (kota Mataram lama), supir taksi meminta izin menunaikan sholat Ashar. Dia belum sholat Ashar rupanya.

Ya sudah, sekalian saja berhenti  di rumah makan ayam taliwang di Ampenan, karena saya ingin membeli ayam taliwang yang terkenal itu untuk dibawa ke Bandung. Di rumah makan itu tersedia musolah . Jadi, sembari menunggu pesanan ayam selesai, supir taksi tadi menunaikan sholat Ashar dulu di mushala.

Begitulah pengalaman saya yang berkesan tentang orang Sasak di Pulau Lombok. Dua sampel (dua orang) yang saya jumpai tentu tidak representatif mewakili kesholehan para supir taksi di sana. Tapi yang saya temukan kebetulan adalah dua sampel yang taat menjalankan kewajibann agamanya, yaitu sholat. (Rinaldi Munir, Dosen Teknik Informatika ITB)

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.