Menyebut nama Nurdin Abdullah, maka hal yang tersirat hanya satu yakni sosok bupati yang mampu mengubah daerahnya menjadi lebih baik dalam tempo relatif singkat. Prinsip membangun dengan hati, menjadikan dia dicintai rakyatnya. Tak berlebihan kalau kemudian Bupati Banteng, Sulawesi Selatan, ini disebut sebagai ‘rising star’ dari Butta Toa, sebutan lain Bantaeng.
Humble dan familiar, begitulah gaya Nurdin Abdulah. Tak ada sekat sosial bila berbicara dengan siapapun. Begitulah yang terekam oleh Men’s Obsession saat bertandang ke ruang kerjanya di kantor Asosiasi Pemerintahan Kabupaten Seluruh Indonesia (APKASI) di bilangan Jakarta Pusat. O ya, selain bupati, Nurdin Abdullah juga menjabat Sekretaris Jenderal (Sekjen) Apkasi.
Selagi kami menunggu di ruang rapat kerjanya yang cukup luas dan tertata apik, Nurdin tiba-tiba masuk, mengucap salam dan tanpa sungkan langsung mengambil beberapa biji buah lengkeng yang tersaji di meja kerja sembari tak lupa menawari kami untuk mencicipinya juga. “Ayo, ayo…jangan malu,” tawarnya dengan logat Makassar yang khas plus gestur tubuh yang mengesankan keakraban. Suasana pun cair seketika. Terlebih saat pria kelahiran Parepare, 7 Februari 1963, ini membuka obrolan dengan cerita-cerita segarnya. Teryata, di balik penampilannya yang tinggi besar, suami Liestiaty F. Nurdin ini juga figur yang humoris. Begitu pula dalam kepemimpinannya.
Karakter kepemimpinan Nurdin memang berbeda dengan kebanyakan kepala daerah lainnya. Sejak menjabat bupati, ia mengubah manajemen pemerintahan birokratis menjadi ala corporate yang selalu melayani masyarakat, ramah, mudah, murah dan tidak berbelit-belit. Tapi soal disiplin, ketegasan dan keberanian dalam menegakkan aturan dan hukum, jangan ditanya lagi. Banyak warganya sudah menjadi saksi soal kedisiplinan, ketegasan dan keberaniannya.
Wataknya itu sudah terlihat sejak periode pertama kepemimpinannya sebagai Bupati Bantaeng (2008 hingga 2013). Rakyatnya memahami itu dan ketika jabatan periode pertamanya habis, masyarakat di Butta Toa (sebutan khas Bantaeng) berjuang bersama-sama agar Nurdin terpilih lagi di periode kedua. Macam-macam caranya, ada yang melakukannya dengan melakukan penggalangan KTP (Kartu Tanda Penduduk), ada yang membuat pernyataan sikap dan lainnya.
Semua itu dilakukan karena masyarakat telah merasakan banyak perubahan yang telah terjadi selama Nurdin memimpin Bantaeng di periode pertama. Perubahan yang paling mendasar adalah kehidupan sosial ekonomi masyarakat makin meningkat dari waktu ke waktu serta penataan infra struktur dan tata kota Bantaeng. Kalau sebelumnya Bantaeng dikenal sebagai kota banjir maka kini sudah tidak lagi. Potensi wisata pantai sebagai tempat rekreasi dan sekaligus pasar bagi sektor informal dan usaha kecil mampu ia wujudkan. Ditambah lagi, jalanan mulai dari perbatasan sampai dalam kota Bantaeng sangat mulus. Di sisi lain, suasana kota Bantaeng mulai terasa ketika kita tidak menjumpai lagi sampah-sampah bertebaran di pinggir jalan. Wajar kalau kabupaten ini meraih piala Adipura tahun 2012 untuk kategori kota kecil. Wajar pula jika status Bantaeng berubah dari kabupaten tertinggal menjadi kabupaten mandiri.
Dulu Bantaeng dikategorikan sebagai kabupaten ‘miskin’ dengan pendapatan per kapita masyarakat relatif rendah dibanding dengan kabupaten lain di Sulawesi Selatan. Tapi di bawah Nurdin, pendapatan per kapita warga Bantaeng meningkat, industrialisasi terhadap hasil-hasil holtikultura berkembang, stimulus pendanaan terhadap desa-desa untuk meningkatkan pendapatan petani juga makin meningkat, dan masih banyak indikator lainnya. Itu tak lepas dari banyaknya investor asing yang menanamkan modalnya di Bantaeng.
Tapi, Nurdin sendiri tak mau membanggakan diri jika disinggung soal kemajuan yang terjadi di daerahnya.”Saya kira kalau soal keberhasilan sih yang merasakan kan masyarakat. Tapi yakinlah bahwa yang kita lakukan adalah bagaimana masyarakat itu merasa adanya pemerintah, yang tadinya kota itu sebagai kota yang di musim hujan banjir, musim kemarau kekurangan air. Yang kedua layanan publik yang begitu minim, sekarang Alhamdulillah, mereka betul-betul merasakan. Kapan saja mereka ada gangguan kesehatan, ada kecelakaan, dia bisa terakses dengan call center 119, dengan hadirnya ambulance mobile,” tuturnya dengan rendah hati.
Begitu juga ketika disinggung banyaknya harapan masyarakat di Sulawesi Selatan (Sulsel) yang menginginkan dia maju dalam pemilihan langsung Gubernur Sulsel tahun depan, Nurdin lagi-lagi dengan rendah hati menjawab, “terus terang saya kira ini politik gaya baru, yang kita lakukan di Bantaeng ini, kita tidak pernah berpikir mau jadi apa setelah ini,” tegasnya. Jawaban tegas itu juga yang ia berikan dalam wawancara kami di tengah kepadatan tugasnya. Meski serius, tetap saja selingan canda dan tawa keluar dalam wawancara kami.***
Pemimpin dengan Selaksa Prestasi
Ketika banyak masyarakat Sulsel menaruh harapan kepada Nurdin Abdullah untuk menjadi orang nomor satu di provinsi tersebut, peraih S3 Doktor of Agriculture Kyushu University Jepang Tahun 1994, ini tak mau menepuk dada. Meski harus diakui, Nurdin Abdullah adalah satu dari sedikit kepala daerah yang memiliki prestasi dan penghargaan luar biasa dari dalam dan luar negeri. Setidaknya, 100 penghargaan diganjarkan kepadanya atas prestasi kerjanya selama memimpin.
Baginya, ada sejumlah prasyarat jika seseorang mau maju menjadi pemimpin, khususnya menjadi seorang gubernur. Pertama, harus bekerja dengan baik dan membangun simpati masyarakat. Kedua, harus menanamkan investasi sosial, dan yang ketiga, harus membuat sesuatu yang berkesan sehingga tidak harus membuat citra. “Nggak perlu pencitraan, akan tercitra sendiri kalau Anda membuat sebuah monument,” tegasnya. Biarkan masyarakat langsung yang merasakan dan bercerita tentang apa yang terjadi di Bantaeng.
Tapi kalau ditanya apa konsepnya membangun Sulsel kelak, sebagai seorang yang sukses memimpin wilayah, Nurdin tentu punya jawaban.
Pertama, katanya adalah mengatasi kesenjangan, kemudian membangun pusat pertumbuhan baru. “Kita fokus ke pariwisata dulu deh, apa yang harus kita lakukan, membangun konektivitas. Jadi kaya Toraja itu sudah menjadi asset dunia, tapi kelemahan kita adalah akses Airport. Jadi seluas Sulawesi Selatan ini, Airport ini harus menentukan. Misal menjadikan Makassar sebagai ibukota yang memiliki bandara hub dan bandara di daerah lainnya menjadi bandara internasional. Begitu juga dengan pelabuhan, harus ditingkatkan. Berikutnya adalah peningkatan pembangunan jalan tol.
Nurdin Abdullah bercita-cita menjadikan Sulawesi Selatan menjadi role model untuk Indonesia. “Saya itu haqqul yakin tidak ada yang terjadi tanpa kehendaknya,” pungkas pria yang mengaku tak pernah merasa sibuk.
“Perubahan Harus Dimulai Dari Pimpinan”
Sesekali melontarkan guyonan dan menawarkan buah-buahan, begitulah cara Nurdin Abdullah memecah keseriusan kala wawancara. Tapi, tetap saja itu tidak mengurangi persepsi kami tentang betapa cerdasnya orang ini dalam menjabarkan bagaimana memajukan daerah yang dipimpinnya, juga tentang harapan-harapan ke depan tentang sebuah kepemimpinan yang ideal. Dan itu kami tuangkan dalam wawancara kami dengan suguhan teh hangat dan kue coklat di meja kerja yang luas. Berikut kutipan wawancaranya.
Mohon ceritakan sedikit perjalanan karir Bapak
Tahun 2008 lalu, bagi saya awal dari sebuah kehidupan baru dimana selama ini saya hanya mengisi keseharian saya dengan mengurus bisnis dibeberapa perusahaan yang link dengan Jepang serta menjadi seorang dosen di fakultas kehutanan UNHAS, dan mengurusi Maruki Foundation yang memberikan beasiswa kepada para anak-anak sekolah dari keluarga kurang mampu mulai jenjang SD sampai perguruan tinggi. Kehidupan baru yang saya maksud adalah karena diminta oleh masyarakat yang melakukan demontrasi di perusahaan saya, meminta harus terjun kedunia politik menjadi Bupati yang selama ini tidak pernah saya pikirkan bahkan cita-citakan. Istri dan anak-anak sayapun tidak menerima permintaan masyarakat, akan tetapi kamipun bersama keluarga tetap penasaran apa sebenarnya yang terjadi di Bantaeng, daerah dengan potensi dan keunggulan alam yang paripurna namun berdasarkan data dari Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal, Bantaeng termasuk dalam Daftar 199 Kabupaten Tertinggal di Indonesia. Singkat cerita akhirnya kami memutus untuk ikut dalam Pilkada Tahun 2008 tersebut, sebagai Pilkada Langsung yang pertama kali di Bantaeng, walaupun waktu itu, kami belum ada Partai Pengusung ataupun pendukung. Masyarakat secara swadaya menginvetarisir partai-partai yang waktu itu tidak memiliki kursi di DPRD akan tetapi memperoleh suara pada saat Pemilu, sehingga mencukupi kuota persentase dukungan pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati waktu itu.
Bapak sukses ‘menyulap’ Bantaeng dari daerah kecil menjadi kabupaten yang sukses meraih apresiasi dengan berbagai perubahan yang positif. Bagaimana Bapak memulai perubahan di daerah yang Bapak pimpin tersebut.
Saya sejak awal telah berkomitmen bahwa membangun Bantaeng ini harus dengan hati, karena kita ketahui bahwa Bantaeng itu termasuk Kabupaten terkecil di Sulawesi Selatan atau hanya 0,8% dari luas provinsi Sulawesi Selatan, sehingga untuk mendapatkan dana transfer pemerintah pusat tentunya sebagai penerima dana terkecil pula setiap tahunnya. Oleh karena itu, diawal pemerintahan saya, saya sampaikan kepada segenap aparatur daerah bahwa satu rupiah pun uang daerah yang keluar di APBD harus ada manfaatnya, kemudian belanja-belanja yang selama ini tidak bermanfaat yah dihilangkan saja dipindahkan ke belanja yang lebih produktif. Saya juga berkewajiban memberikan keteladanan kepada segenap bawahan, agar memanfaatkan anggaran pemerintah secara professional yang sesuai dengan peruntukannya. Jika saya tidak lakukan seperti itu, maka saya yakin bahwa APBD hanya digunakan untuk membiayai kegiatan-kegiatan rutin pemerintah daerah, sehingga yakinlah tidak akan ada perubahan baik dari sisi pembangunan fisik mapun non fisik. Jadi saya ingin katakan bahwa perubahan itu memang harus dimulai dari pimpinan, karena bagi kami bahwa kepemimpinan itu adalah keteladanan.
Bapak berhasil menggerakkan perekonomian dan potensi Kabupaten Bantaeng menjadi kota dengan pertumbuhan ekonomi dan kesehatan yang cukup fantastis. Bisa ceritakan langkah awal Bapak untuk memulai itu.
Sejak awal saya katakan bahwa Bantaeng ini, dari sisi potensi alam cukup paripurna karena memiliki keunggulan alam 3 Dimensi yang terdiri atas laut pesisir, dataran rendah dan pegunungan, hal tersebut biasa kami analogikan bahwa dari sisi ketersediaan pangan cukup memadai karena ada potensi ikan yang cukup dari hasil-hasil laut, pada dataran rendah ada beras dan jagung kemudian pada dataran tinggi ada tanaman horti berupa sayuran dan buah-buahan. Oleh karena itu, jika masih banyak penduduk miskinnya maka merupakan hal yang sangat ironis. Oleh karena itu, mengingat 74% penduduk Bantaeng bekerja disektor pertanian maka sektor pertanian tetap menjadi primadona untuk pembangunan di Kabupaten Bantaeng. Namun mengingat luas wilayah Kabupaten Bantaeng yang relative sempit atau hanya sekitar 395,83 Km2, tentunya memiliki lahan pertanian yang sangat terbatas pula. Oleh karena itu tahun 2009 lalu telah kami canangkan Bantaeng menuju Kabupaten Benih Berbasis Teknologi, dengan asumsi bahwa harga benih jauh lebih tinggi dibanding memproduksi secara konvensional untuk bahan konsumsi, hal tersebut adalah untuk meningkatkan pendapatan masyarakat dari usaha disektor pertanian dengan lahan yang sangat terbatas. Tahun 2014, hingga saat ini Bantaeng telah menjadi Kabupaten Benih berbasis teknologi dibawa pendampingan BPPT dan BIOTROP Bogor. Benih padi, jagung, talas dan bawang merah yang diproduksi petani di Kabupaten Bantaeng telah dikirim keberbagai daerah. Selain hal tersebut, mengingat Bantaeng sebagai daerah yang memiliki potensi sumber daya air yang cukup, maka dikembangkan pula benih ikan nila gesit, sebagai upaya pemenuhan kebutuhan konsumsi ikan air tawar yang terus meningkat permintaan pasarnya. Benih ikan nila gesit hasil rekayasa teknologi BPPT ini, telah didistribusikan keberbagai daerah termasuk ke provinsi Sulawesi Barat. Sedangkan dibidang kesehatan, masyarakat Bantaeng maupun Kabupaten tetangga atau yang melintas di trans Selatan Sulawesi, jika mengalami gangguan kesehatan cukup menghubungi call center 113, saat ini telah berubah sesuai regulasi kementerian kesehatan menjadi 119, yang merupakan layanan kesehatan mobile 24 Jam dengan Ambulance Hibah dari Pemerintah Jepang, disertai dokter dan perawat yang berkunjung ke lokasi warga yang mengalami gangguan kesehatan yang dikemas dalam layanan Gratis, layanan ini mampu menekan angka kematian ibu dan anak menjadi 0% sejak tahun 2012 lalu. Disisi lain, dari sisi letak geografis, Bantaeng juga sebagai center point di bagian Selatan Sulawesi Selatan. Letak yang sangat strategis tersebut, saya mencoba melihat fenomena layanan kesehatan selama ini, bahwa rujukan rata-rata diarahkan ke rumah sakit yang ada di Makassar, padahal berbagai permasalahan seiring dengan berkembangnya Ibu Kota Provinsi Sulawesi Selatan juga bermunculan termasuk macet dan semakin terbatasnya kemampuan melayani pasien dari daerah sebab semua Kabupaten harus dirujuk ke Makassar, oleh karena itu, kami membangun Rumah Sakit Modern yang refresentatif, dengan standar pelayanan Internasional, Alhamdulillah Tahun 2017 ini sudah mulai difungsikan dengan layanan dan teknologi alat kesehatan terbaru yang setara dengan Rumah Sakit yang ada di Kota-Kota Besar di Indonesia.
Dalam perjalanan Bapak memimpin Kabupaten Bantaeng, apa kendala terbesar yang Bapak alami ?
Sebagai orang profesional, artinya saya bukan politisi yang masuk ke ranah politik, tantangan menjadi baying-bayang saya karena bagaimana menghadapi stakeholder terkhusus DPRD, akan tetapi saya pribadi tidak pernah mendikotomikan politisi dan bukan politisi, namun kendala tetap ada, baik dalam hubungannya dengan DPRD sebagai perwakilan rakyat maupun dengan masyarakat sendiri dengan tutuntan yang beragam dan sangat kompleks disisi lain potensi penganggaran dalam APBD sangat terbatas, ini yang kami bersama SKPD mencoba memainkan rytmen, dan menganggap ini adalah seni memainkan peran masing-masing, agar tidak menjadi beban serta permasalahan bagi kami semua dilingkup Pemda Kabupaten Bantaeng. Oleh karena itu tidak ada kendala yang cukup berarti karena semua lini mempunyai tanggungjawab yang mereka ketahui masing-masing. Saya sejak awal mulai membudayakan agar segenap aparatur pemerintah daerah bekerja dengan sistem sehingga semua urusan pemerintahan mampu diakselerasi dengan baik dalam rangka pencapaian tujuan pembangunan dan tujuan keberadaan pemerintah daerah.
Bisa dijelaskan apa saja konsep dan kebijakan yang sudah Bapak laksanakan selama memimpin Bantaeng.
Dua periode saya mendapatkan amanah memimpin Bantaeng, tentunya sudah dua fase juga konsep dan kebijakan yang telah kami implementasikan, pada fase pertama fokus saya adalah mewujudkan Bantaeng sebagai wilayah terkemuka berbasis desa mandiri, artinya bahwa desa diharapkan menjadi lokomitif pembangunan membangun Bantaeng dari desa merupakan tagline pembangunan pada tahun 2008 lalu, kami mencoba memformulasi kebijakan yang dikenal 1 milyar 1 desa, melalui pendekatan program dan kegiatan pembangunan pemerintah daerah yang merata kesemua desa dan kelurahan yang ada di Bantaeng, ini kemudian menjelmakan Bantaeng menjadi maju dan berkembang sehingga menjadi role model pembangunan terkhusus pengembangan Badan Usaha Milik Desa (BUMDES) di 46 Desa secara serentak di Kabupaten Bantaeng pada tahun 2009 lalu. Keberadaan BUMDES berhasil menjadi pilar kegiatan ekonomi di desa berbasis potensi desa. Fase kedua atau periode kedua, saya mencoba mengarahkan agar Bantaeng menjadi Pusat Pertumbuhan Ekonomi di Bagian Selatan Sulawesi Selatan melalui tiga pilar pembangunan daerah yaitu, menjadi Kota Jasa, Kabupaten Benih Berbasis Teknologi dan Pusat Pengembangan Industri di Bagian Selatan Sulawesi Selatan. Tiga pilar pembangunan tersebut, telah berakselerasi sehingga mampu dirasakan manfaatnya baik bagi pemerintah daerah melalui peningkatan pendapatan asli daerah dari sekitar Rp. 12,68 milyar pada tahun 2008 menjadi sebesar Rp. 76,03 milyar pada tahun 2016, sedangkan bagi masyarakat sendiri yang ditandai dengan meningkatnya PDRB perkapita masyaraka dari Rp. 5,5 juta pada tahun 2008 menjadi sebesar Rp. 30,5 juta pada tahun 2016.
Apakah kondisi Bantaeng saat ini sudah sesuai dengan harapan Bapak ?
Saya selalu mengatakan bahwa setiap kemajuan secara otomatis memunculkan tantangan dan kebutuhan baru, oleh karena itu kemajuan dan pencapaian ini kami lakukan akselerasi disemua urusan yang menjadi kewenangan pemerintah daerah sehingga tidak terdapat ketimpangan pembangunan antar masing-masing urusan. Oleh karena itu, pencapaian saat ini saya rasa sudah sesuai harapan saya dan tentunya harapan masyarakat Bantaeng, karena saya dalam melakukan ini tidak pernah merasa sendiri akan tetapi hasil dari kerja keras dan kebersamaan yang terbangun selama ini di Bantaeng.
Bagaimana Bapak membangun kinerja dengan staf dalam bekerja ?
Saya telah kemukakan sebelumnya, bahwa menjadi pemimpin itu bagi kami adalah keteladanan, saya tidak pernah banyak melarang ataupun mengarahkan akan tetapi saya selalu memberikan contoh bahwa menjadi pelayan itu adalah kewajiban kita semua selaku aparatur sipil Negara, ini yang kemudian menjadi kultur bagi segenap pegawai yang ada di Bantaeng.
Mohon jelaskan keberhasilan atau pencapaian yang diraih Bantaeng di bawah kepemimpinan Bapak.
Ini yang yang tidak bisa saya urai satu persatu, akan tetapi keberhasilan dan pencapaian yang diraih Bantaeng itu adalah merupakan pencapaian masyarakat Bantaeng, cuman indikatornya banyak contohnya, jika dilihat dari penghargaan maka saya telah menerima penghargaan atas kinerja pembangunan lebih dari 100 penghargaan baik dari dalam negeri maupun luar negeri, kemudian jika dilihat dari indikator pembangunan makro, ditandai dengan pertumbuhan ekonomi yang tumbuh diatas rata-rata nasional dan provinsi yakni diatas 7% pertahun, bahkan pernah mencapai 9,6%, kemudian pengangguran yang menurun drastic dari sekitar 12,12% pada tahun 2008 menjadi 2,4% pada tahun 2015, demikian juga Indeks pembangunan manusia, Bantaeng mampu menjadi peringat pertama dalam pembangunan indeks pembangunan manusia dibagian selatan Sulawesi Selatan atau tumbuh diatas rata-rata provinsi atau sekitar 1,17% sedangkan Sulawesi Selatan hanya mampu tumbuh sekitar 0,85%.
Mohon jelaskan cara Bapak dalam membangun team work di lingkungan Pemda Bantaeng sehingga mampu melahirkan performa kinerja yang cemerlang.
Jujur saya katakan, bahwa memang tahun pertama hingga tahun kedua semua tergantung aktor atau saya sebagai pimpinan, kenapa karena itu kultur yang selama ini menjadi kebiasaan pegawai lingkup Pemda Bantaeng, oleh karena itu saya di berbagai kesempatan terus menekankan agar agar bekerja dengan sistem karena itu jauh lebih baik dari pada bekerja parsial-parsial. Pertama kami awali dalam membangun kawasan Pantai marina salah satu pantai yang selama ini tidak termanfaatkan, saya tunjuk satu SKPD sebagai penanggungjawab untuk selanjutnya semua SKPD turut ambil bagian berdasarkan tugas pokok dan fungsi masing-masing. Dalam perjalanannya ini menjadi kebiasaan, sehingga setiap tahun arahan pembangunan yang ingin dicapai disitulah semua SKPD mengambil bagian, sehingga output pembangunan dapat kelihatan setiap tahun dan dirasakan oleh masyarakat.
Apa makna keberhasilan dan kesuksesan mengelola Bantaeng bagi Bapak.
Jika berbicara makna keberhasilan dan kesuksesan maka bagi kami ini adalah pengabdian, saya selalu merasa belum mampu membalas pengorbanan para pendahulu kita para pejuang yang telah mengorbankan jiwa dan raganya untuk Republik ini, hal tersebut selalu terpatri, pada bagian lain saya selalu merasa bahwa sebagai bagian dari pemerintah kita belum mampu membalas jasa para petani yang bersusa payah untuk memenuhi kebutuhan pangan kita semua, inilah yang menjadi makna yang mendorong saya untuk terus mengabdi sesuai kemampuan saya guna wujudkan cita-cita para pendahulu dan leluhur kita.
Siapa yang menjadi inspirator Bapak dalam kepemimpinan ini.
Sebagai muslim tentunya Inspirator dan teladan saya adalah Nabi Muhammad SAW, akan tetapi jika itu adalah sosok yang secara langsung memberikan transfer pengetahuan dan dukungan serta mengarahkan saya dalah Prof. Fachruddin almarhum ayahanda dari Istri saya. Beliau sang pemberi semangat bagaimana menjadi seorang professional dimanapun kita berada, kemudian sosok orang tua saya terkhusus ayahanda almarhum sebagai seorang Tentara waktu itu, yang mengajari kami tentang disiplin dan ketegasan.
Apa legacy yang ingin Bapak tinggalkan untuk Bantaeng ?
Yang pertama adalah kultur masyarakat terkait kebersihan, kemudian bagaimana kekuatan dari kerja tim dalam sebuah sistem sehingga terwujud sinergitas bagi segenap SKPD.
Mohon jelaskan filosofi Bapak dalam menjalankan roda kepemimpinan.
Filosofi saya dalam menjalankan roda kepimpinan adalah bahwa amanah ini adalah merupakan ajang bagi saya untuk beramal, oleh karena itu selalu menganggap bahwa semuanya adalah kewajiban, untuk itu selalu ada rasa yang mendorong untuk menjadi pemimpin yang terbaik serta patut dicontoh untuk generasi pada masa-masa yang datang, minimal menjadi catatan sejarah bagi suatu daerah, khususnya Kabupaten Bantaeng.
Sekarang soal lain Pak, dengan load kerja yang sangat tinggi, bagaimana Bapak membagi waktu untuk keluarga.
Saya kita sekatang era Teknologi Informasi, pada awalnya memang berat karena waktu untuk keluarga amat sangat sedikit apalagi anak-anak Sekolah di Jakarta dengan Jepang, kami setiap pagi saling menyapa saling mengingatkan anak-anak apakah sudah Shalat kemudian waktu makan, dan tetap kami control setiap saat. Namun jika ada waktu untuk bisa bertemu dan berkumpul langsung, kami buat berkualitas artinya betul-betul kami diskusi, sharing pengalaman masing-masing di kampus dan bermain dengan mereka.
Jika ada, apa saja yang Bapak lakukan bersama keluarga?
Jika kami berkumpul biasanya diagedakan makan-makan bersama, kemudian mandi bersama baik di kolam yang terdekat maupun mencari suasana pantai serta yang paling banyak adalah sharing pengalaman, karena anak-anak banyak bertanya juga sekaligus klarifikasi informasi-informasi yang berkembang baik di Bantaeng maupun nasional.
Belakangan ini berkembang aspirasi dari masyarakat Sulawesi Selatan agar Bapak bisa maju dalam Pilkada Gubernur Sulsel, bagaimana pandangan Bapak?
Saya selalu berkeyakinan, bahwa apapun yang kita hadapi itu sudah penggarisan, Allah sudah menuliskan di Lauhul Mahfudz, kami hanya bekerja, sehingga jika di katakan saya mau jadi Gubernur, saya sudah katakan, bahwa saya tidak berkeinginan, namun karena ini di minta maka saya nyatakan SIAP untuk maju menjadi calon Gubernur.
Jika maju dalam Pilkada Sulsel nanti, apa konsep yang Bapak akan tawarkan?
Sulawesi Selatan, sejak lama telah menjadi icon untuk Kawasan Timur Indonesia, namun pada gilirannya dari sisi manfaat belum dirasakan sepenuhnya oleh masyarakat Sulawesi Selatan sendiri, ini saya akan coba dorong dan maksimalkan agar Sulsel mampu menjadi lokomotif perekonomian Indonesia dikawasan timur. Selain itu, dari sisi potensi Sumber Daya Alam masih belum dikelola secara optimal untuk itu saya akan mendorong optimalisasi pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam agar bernilai ekonomis dan dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. Selanjutnya pusat-pusat pertumbuhan baru karena Sulsel ini terdiri atas empat kluster utara selatan utara, timur dan barat, jadi untuk pelayanan dimasing-masing kluster akan kami dorong, sehingga tidak mesti bertumpu di Makassar, sebab Makassar saat sudah hampir sama Jakarta dari sisi kemacetan, ini perlu strategi baru untuk memecah konsentrasi pelayanan yang menjadi kewenangan pemerintah provinsi. Dalam skala pembangunan mikro, desa dan kelurahan juga wajib mendapatkan sentuhan pemerintah provinsi, sehingga semua permasalahan pembangunan diselesaikan secara bersinergi sesuai kewenangan masing-masing. (Suci Yulianita/Sahrudi)
Artikel ini dalam versi cetak dapat dibaca di Majalah Men’s Obsession Edisi Juli 2017.