Jumat, 26 April 24

Tanggapan Atas Islam Nusantara Yahya Staquf

Tanggapan Atas Islam Nusantara Yahya Staquf

Islam SEJATI Yahya Staquf, yang disebutnya sebagai ISLAM NUSANTARA, yang berbeda dengan Islam Arab yang disebutnya sebagai Islam abal abal yang datang sebagai PENAKLUK atau PENJAJAH

Oleh: Agus Mualif Rohadi (KAHMI Jatim)

Mohon maaf sebelumnya, karena memenuhi permintaan seorang teman saya membuat tulisan yang agak panjang ini dan membacanya lebih dari 5 menit.

Beredar video Yahya Staquf, yang saya tidak tahu ceramah dimana dan kapan. Yang jelas video itu dibuat sebelum kunjungan/ceramahnya di forum AJC. Mungkin pemikiran seperti di video itu yang kemudian menarik perhatian AJC.

Staquf menganggap Islam dan anak anak peradabannya di timur tengah datang sebagai penakluk atau penjajah dengan cara membandingkan masuknya Islam di Nusantara. Staquf menganggap Islam Nusantara adalah Islam Sejati, Islam yang paling benar, paling haq.

Staquf mungkin sudah berderajat seperti Rasul sehinggal mengklaim dirinya sebagai pembawa Islam sejati. Dan menganggap Islam di arab dan di timur tengah, beserta turunan peradabannya sebagai Islam abal – abal. Saya sendiri tidak mengerti apa itu Islam Sejati yang dimaksud Staquf, karena dia nggak pernah menjelaskan. Dan saya juga tidak paham dengan yang dia maksud bahwa Islam arab dan turunan peradabannya adalah Islam abal abal. Jadi saya hanya menduga duga, mungkin terkait dengan penyebaran dan peperangan.

Saya coba buat perbandingan, dan saya mulai dengan Islam masuk ke Sumatra dan Jawa.

Saya ingin sedikit uraikan bagaimana Islam datang ke Indonesia.
Islam datang dan berkembang pertama kali secara masif ke wilayah Indonesia adalah di Samudera Pasai di Atjeh berawal dari hubungan perdagangan antara Pasai dengan Gujarat. Secara masif karena kaum muslim disitu mampu membuat pemerintahan/kerajaan pada akhir abad 13 dengan rajanya Sultan Malik Saleh.
Perdagangan langsung dan besar antara Gujarat dengan Pasai dianggap Majapahit sebagai hubungan yang membahayakan, sehingga Pasai dihancurkan Mojopahit pada tahun 1350.

Runtuhnya Pasai berakibat pusat perdagangan dengan Pasai bergeser ke Bintan dan akhirnya beralih ke Malaka sejak Sultan Iskandar Syah pada akhir abad ke 14. Malaka mampu mengatasi gangguan dari kerajaan kerajan batak, dan akhirnya dapat mengembangkan Islam melalui perdagangan di wilayah batak, Rokan Kampar, Indragiri yang dilindungi angkatan laut Malaka yang dipimpin oleh Hang Tuah. Ada cukup banyak peperangan dalam rangka melebarkan wilayah perdagangan.
Namun akhirnya Malaka dikalahkan Protugis pada tahun 1511.
Pusat kerajaan dan perdagangan kaum muslim kemudian berpindah ke Aceh.
Kesultanan Aceh akhirnya dapat mengontrol armada bersenjata perdagangan Portugis, dan mengambil alih wilayah kekuasaan Malaka dan berkembang sampai ke wilayah Sriwijaya, Palembang dan sekitarnya. Armada dagang Belanda mulai masuk ke Aceh dan bersaing dengan Portugis. Persaingan ini dimanfaatkan Kerajaan Aceh dengan baik, sehingga tidak membahayakan kerajaan kerajaan muslim di Sumatra.

Jadi, meskipun masuknya Islam bermula dari perdagangan, namun ketika mampu membentuk kekuasaan wilayah, akhirnya penyebaran secara masif juga di dukung angkatan perang, karena harus bersaing dengan kerajaan lain, seperti Majapahit, Portugis dan Belanda.

Lalu bagaimana Islam berkembang di Jawa ?
Tidak jauh beda prosesnya.
Awalnya karena hubungan dagang Majapahit dengan Malaka. Awalnya pusat perdagangan melalui laut di Majapahit ada di Gresik.

Para pedagang Pasai dan Malaka masuk ke pusat Wilayah Mojopahit melalui Tuban sampai Ujung galuh. Hal ini membuat Islam mulai masuk ke wilayah ini. Di wilayah pantai selalu ada masjid. Bahkan pedagang dari Tuban, Gresik dan Ujung Galuh (nantinya jadi kota Surabaya), banyak masuk Islam ketika berdagang ke wilayah Pasai, Malaka dan Aceh.

Majapahit, karena kepentingan perdagangan, pada akhir abad ke 14, sekitar tahun 1390 an, mengangkat seorang qadi (hakim perselisihan perdagangan) di Gresik, yaitu Maulana Malik Ibrahim, yang kemudian disebut sebagai Wali Islam yang pertama di Jawa Timur.

Hubungan dagang Majapahit secara langsung dengan Gujarat dan Campa sudah terjadi sejak abad 13. Oleh karena itu, Majapahit menganggap Pasai telah melakukan pembangkangan ketika hubungan dagangnya dengan Gujarat semakin besar dan dianggap membahayakan perdagangan Majapahit sehingga di hancurkan pada tahun 1350.

Hubungan dagang dengan Campa yang baik, sehingga pada tahun sekitar 1447, Raja Majapahit, yaitu Kertawijaya (Brawijaya terakhir/Pamungkas, nama aslinya adalah Udoro) mendapat hadiah seorang putri dari Campa dan dinikahinya.
Beberapa waktu kemudian, puteri Campa diikuti oleh kedatangan keponakannya dari Campa yaitu Rakhmat, dan karena saudara istri raja kemudian diberi gelar Raden. Raden Rakhmat kemudian menetap di Ujung Galuh. Oleh raja, Raden Rakhmat dipinjami tanah (amfil, ampil, akhirnya disebut ampel). Raden rakmat berdagang melalui gresik dan ujung galuh, membuat masjid di tanah ampel, dan akhirnya ampel jadi salah satu pusat penyeberan Islam, dan Raden Rakhmat disebut sebagai Wali dengan gelar Sunan Ampel. Sunan Ampel punya dua anak yang akhirnya juga disebut wali yaitu Sunan Bonang dan Sunan Drajat. Sunan Ampel juga punya murid yaitu Raden Paku yang kemudian juga di sebut wali dengan panggilan Sunan Giri.

Sunan Bonang, Sunan Giri dan Sunan Kalijaga menyebarkan agama Islam dengan mengakomodasi kultur hindu (wayang). Menciptakan tokoh wayang, yaitu Semar, Gareng dan Petruk. Mengembangkan tabuhan seni hindu yang disebut gamelan atau klenengan. Menggubah cerita asli Mahabarata, dengan membelokkan silsilah para dewa hindu dengan memasukkan nama baru yaitu Nabi Sis dalam silsilah para dewa hindu, mengubah nama nama dewa utama hindu, ada sebutan Hyang Wenang, Hyang Tunggal sebagai keturunan Nabi Sis. Maksudnya mungkin menghilangkan unsur Syiriknya. Hal ini memang berkontribusi memperlancar masuknya Islam ke Jawa, namun akhirnya menimbulkan kultur Islam yang berbeda. Unsur Hindu masuk dalam kultur Islam di Jawa. Raja disembah, ada pepunden, ulama di sebeut Ki Ai (Kyai, orang yang sangat dihormati dan diturut), dll.

Puteri Campa punya anak yaitu Raden Fatah atau Fatih, lidah orang jawa lebih mudah dengan menyebut Patah. Raden Patah sempat di tempatkan di Sriwijaya, namun ketika Majapahit mengalami kemunduran, Raden Patah kemudian pulang dan menetap di Demak. Karena dia punya trah kerajaan, maka diberi kewenangan pemerintahan di Demak, dan dengan dukungan para Wali, membangun Masjid besar yaitu Masjid Demak. Raden Patah memperkuat pasukan muslimnya sehingga pengaruhnya semakin besar di Majapahit. Putra Raden Patah yaitu Raden Unus, yang karena kedudukannya kemudian disebut Patih Unus, sempat menyerang armada portugis pada tahun 1522, kemudian menaklukkan Jepara, dan Sedayu. Akhirna mulai Demak sampai Ampel, terkoordinasi oleh pusat pemerintahan di Demak.

Atas anjuran para Wali, pada tahuh 1518, Raden Patah mengirim tentara yang cukup besar ke pusat kerajaan Majapahit. Dengan sedikit peperangan, akhirnya Prabu Udoro, ayah Raden Patah, memilih lari dari keraton.

Pemerintahan Majaphit diambil alih oleh Demak, dan sejak itu penyebaran Islam secara masif dilakukan ke arah timur dan selatan.

Para pemeluk hindu lari ke tengger/probolinggo, osing/banyuwangi dan menyeberang ke pulau bali.

Itu gambaran umum penyebaran Islam di Majapahit. Bermula dari perdagangan, kemudian menguasai pemerintahan, kemudian penyebaran secara masif dengan menguasai kadipaten kadipaten kecil dan akhirnya Islam berkembang secara masif ke seluruh wilayah Majapahit.

Cara ini yang oleh Yahya Staquf dianggap bukan dengan cara penaklukan. Dipikirnya bahwa Islam berkembang di Sumatra dan Jawa hanya di lakukan dengan hanya dakwah biasa mengandalkan kreatifitas dakwah para Wali, tanpa dukungan kekuasaan pemerintahan. Padahal para Wali itu sangat agresif membangun relasi dengan kekuasaan dan akhirnya mampu merebut kekuasaan.

Yahya staquf juga perlu melihat bahwa Islam dengan Hindu maupun budha tidak ada hubungan risalah namun terjadi akulturasi, sedang kultur di Jawa dan Sumatra adalah paternalistik, sehingga ketika pusat kerajaan hindu diambil oleh Islam maka rakyatnya kemudian dengan cepat mengganti agamanya, sebagian terbesar menjadi muslim.

Lalu bagaimana Islam di pusatnya di Arab itu berkembang ?
Ada hubungan risalah antara Islam dengan Kitab Taurat, Kitab Ibrani lainnya, injil Nashara.
Tentu ini menimbulkan masalah yang berbeda dengan Islam di Indonesia.

Bagaimana kedatangan Islam di wilayah sekitar jazeerah arabia ? Yang suku suku bangsanya satu sama lain punya hubungan yang erat ?

Mungkin Staquf melihat sejarah peperangan Islam awal yang kemudian dia sebut turunan peradabannya adalah Islam abal abal, mungkin konotasinya pada masalah toleransi dan akulturasi.

Staquf pasti nggak perlu diterangkan bahwa Nabi Muhammad adalah orang Arab, Al – Qur’an berbahasa arab. Dia juga nggak perlu diterangkan bahwa Wahyu Allah itu bersifat radikal terhadap ajaran pagan dan syair syair arab sebagai perwujudan agama pagan arab yang tidak ada ajaran tertulisnya .
Dia juga nggak perlu diterangkan bahwa wahyu Allah juga bersifat radikal terhadap kultur jahiliyah suku suku arab pra Islam .
Dia juga nggak perlu diterangkan tentang perkembangan Islam awal di Mekkah, Perajanjian Madinah, serangan qurays dan sekutunya di badr, uhud, dan di pinggir kota Madinah (Khandaq). Dia juga nggak perlu diterangan tentang perjanjian hudaibiyah, pelanggaran kaum qurays, riwayat Umrah Qisas, takluknya Mekkah, perang hunain, perang mu’tah, manuver tabuk.
Dia juga tidak perlu diterangkan bagaimana riwayat penguasa Oman, Yaman, dan suku suku arab dan badui arab yang tersebar di padang pasir jazeerah masuk Islam.

Dia juga nggak perlu diterangkan mengapa Rasul mengirim surat kepada penguasa Bizantium, Mesir, dan ke Sasania Persia agar wilayahnya terbuka untuk dakwah Islam.
Malah mungkin justru Staquf menganggap surat Nabi ini sebagai penyebab terjadinya proses penaklukan wilayah.

Jadi mungkin yang dia persoalkan adalah masa setelah Rasul, yaitu ketika khalifah Abu Bakar, dan Umar kembali membuka dokumen surat.

Staquf menyarankan agar dilakukan reintepretasi ayat ayat Al – Qur’an terkait dengan bani Israel, kaum yahudi dan nashara yang mungkin dianggapnya sebagai sumber masalah intoleransi, sedang Staquf sendiri tidak pernah membuat reinterpretasi satu ayatpun.

Mungkin Staquf perlu menelaah lebih dalam, mengapa bani Israel dan kaum yahudi dalam Al – Qur’an disebut sebagai kaum yang fasik (suka melanggar perjanjian karena suka mengubah dan menambah ayat ayat kitabnya) dan dhalim (suka merusak, merugikan diri sendiri atau orang lain, bahkan membunuh nabi dari kaumnya sendiri).

Mungkin staquf menganggap kalau ayat ayat itu direintepretasi secara lebih bersahabat maka bangsa Israel mau bersahabat dengan kaum muslim. Jadi direintepretasi menyesuaikan dengan kemauan Negeri Israel saat ini dan lebih bersahabat dengan kaum kristen. Jadi apa Staquf mau membelokkan konteks kesejarahan ayat ayat itu ? Bukankah Staquf juga menganggap Al – Qur’an sebagai dokumen sejarah ? Mungkin perlu disarankan kepada Staquf untuk mencoba membuat reinterpretasi yang bermakna pembelokan sejarah. Jadi menggunakan cara hampir seperti cara orang fasik.

Saya tidak tahu apakah Staquf mengerti bahwa bani Israel dan kaum yahudi menganggap Daud dan Suleiman telah melakukan kesalahan karena mengawini perempuan suku suku Kanaan, sehingga dua Nabi itu dianggap sebagai penyebab bani Israel dan kaum yahudi menderita, dijajah, diusir dan diperbudak sejak tahun 578 SM sampai 638 M, secara berturut turut di dijajah dan perbudak oleh Asyria, Persia, Yunani dan Roma/Bizantium dalam waktu yang sangat panjang, dan menjadi penyebab munculnya diaspora israel – yahudi di eropa, afrika, Persia, asia tengah, dan Amerika.

Tahun 638 M, adalah tonggak awal Islam masuk ke wilayah Syuriah sampai Maroko dan Andalusia. Itu semua bermula dari surat Nabi ke Bizantium dan Mesir. Mengapa surat itu penting ? Karena wilayah mulai dari Ur di Iraq sampai Mesir adalah wilayah dakwah Nabi Ibrahim, wilayah asal mula ajaran Tauhid yang disempurnakan oleh Al – Qur’an. Jadi menjadi kewajiban bagi Rasul untuk berkirim surat dakwah di wilayah itu yang kemudian dilanjutkan oleh para sahabat. Surat untuk dakwah yang tidak ada nuansa pengerahan kekuatan militer.

Lalu mengapa ada pengerahan pasukan muslim ? Staquf mungkin perlu melihat peristiwa perang mu’tah, masih pada masa Rasul, ketika Rasul mengirim pasukan kecil muslim ke perbatasa wilayah dengan bizantium.

Utusan yang dikirim oleh Zaid dibunuh oleh penguasa bizantium karena menganggap remeh pasukan muslim yang kecil dan belum punya pengalaman dalam perang besar, apalagi peralatan militernya sangat sederhana. Akibat pembunuhan itu maka Zaid mengerahkan pasukannya ke perbatasan dengan wilayah bizantium, namun melihat pasukan bizantium yang dibantu suku arab kristen bani ghasan, Zaid kemudian mundur sampai ke mu’tah dan akhirnya terjadi perang dengan kekuatan jauh dari imbang. Zaid dan para panglima lainnya serta pasukan muslim banyak sahid, dan sisa pasukan diselamatkan oleh Khalid ibn Walid yang memerintahkan pasukan muslim mundur.

Perang Mu’tah adalah sinyal tertutupnya wilayah jajahan bizantium bagi dakwah Islam. Namun hal itu tidak mematahkan semangat kaum muslim pada masa khalifah Abu Bakar.

Pada saat yang sama wilayah bekas mesopotamia, tempat dimana Nabi Ibrahim mengawali ajaran tauhid, yaitu Iraq dikuasai, dijajah oleh Sasania Persia, padahal di wilayah Iraq juga banyak tinggal suku suku arab. Ketika rombongan dakwah kecil yang dipimpin Khalid ibn Walid, diserang pasukan Sasania di perbatasan, namun rombongan para pendakwah kecil ini dapat memenangkan beberapa pertempuran sehingga membebaskan pemukiman suku arab di perbatasan dari pasukan Sasania Persia.

Singkat kata, dengan peristiwa perang mu’tah dan perang diperbatasan dengan Iraq, maka dakwah kaum muslim juga berfungsi sebagai kekuatan militer.

Khalifah Abu Bakar, membagi dua kekuatan di wilayah timur menghadapi balasan Sasania dan di wilayah barat menghadapi pasukan bizantium. Dua imperium besar yang sarat pengalaman perang, menjepit Islam arabia.

Di wilayah barat, bermula dari kemenangan kecil kaum muslim di desa Datin, dan kemenangan itu disambut kaum yahudi dengan pesta besar karena menganggap telah terbebas dari penjajahan bizantium. Pasukan muslim sama sekali tidak memaksa kaum yahudi di Datin untuk memeluk Islam. Namun dakwah pasukan muslim membuat suku arab di Datin memeluk agama Islam, meninggalkan agama kristen, agamanya penjajah.

Setelah kemenangan di Datin, Abu Bakar memanggil separo pasukan muslim diperbatasan Iraq dipimpin Khalid ibn Walid menuju bostra, karena bizantium mulai memobilisasi pasukan dan milisi kristen secara besar besaran.

Namun, akhirnya pasukan muslim meskipun dengan jumlah pasukan hanya sepertiganya pasukan bizantium dapat menaklukkan pasukan bizantium hingga ke Antiokia, Damaskus sampai ke perbatasan Turki dan wilayah wilayah pantai laut mediterania sampai perbatasan Mesir. Yerusalem menyerah setelah dikepung, tidak terjadi pertempuran sama sekali. Ketika Yerusalem di kuasai pasukan muslim Umar ibn Khattab memanggil kaum yahudi di banyak kota untuk bermukim lagi di Yerusalem dan beribadah lagi di Haikal Sulaiman. Gereja gereja dan semua properti kaum kristen sama sekali tidak disentuh. Kaum kristen tetap bebas menggunakannya, dan kaum kristen di kenakan jizyah sebagai biaya pengamanan.

Tidak ada pemaksaan agar kaum kristen masuk Islam. Namun justru penduduk asli wilayah wilayah itu berangsur angsur masuk Islam, dan menggunakan bahasa komunikasi dengan bahasa dan aksara arab.
Setelah itu, jalan ke Mesir terbuka dan Amr ibn Al – Ash memimpin pasukan muslim.
Di Mesir, Amr malah dapat banyak bantuan dari penduduk Mesir. Rasul juga melarag kaum muslim memerangi penduduk Mesir karena masih saudara bangsa arab.

Jadi Amr hanya berperang dengan pasukan bizantium, bukan berperang dengan bangsa Mesir. Dan Amr menyelesaikan tugasnya dengan sukses dibantu penduduk Mesir yang saat itu juga menganut Kristen. Akhirnya hubungan Amr dan gereja Mesir malah menjadi hubungan persaudaraan, tidak ada pemaksaan agar memeluk Islam.

Demikian pula di wilayah iraq, khalifah Usman dapat menyelesaikan dengan baik. Pasukan Muslim ketika dapat mengatasi serbuan besar besaran pasukan Sasania di qadisiyah, maka gerak pasukan muslim ke wilayah Iraq tidak terbendung. Ctesiphon (ibu kota Sasania, di dekat bagdad sekarang) akhirnya jatuh ke tangan pasukan muslim). Jatuhnya ibu kota Sasania di Iraq mengakibatkan kejatuhan sisa sisa pasukan pasukan Sasania di Persia/Iran.

Peperangan peperangan ini mungkin bagi Staquf menganggap Islam datang sebagai penjajah.
Padahal pasukan muslim banyak mendapat bantuan dari penduduk asli wilayah timur tengah untuk mengusir penjajah yang telah bercokol seribu tahun, dan kaum yahudi berbesta pora merayakan kebebasannya.

Demikian pula pasukan muslim mendapat banyak bantuan dari penduduk arab dan Iraq untuk mengusir Sasania yang telah bercokol lebih dari seribu tahun, dan akhirnya penduduk asli Sasania/Persiapun yang banyak menganut majusi (zoroaster) akhirnya menganut Islam.

Mungkin Staquf menganggap peristiwa itu sebagai penaklukan dan bahkan menganggap Islam datang sebagai penjajah tanpa melihat fakta sejarah.

Staquf hanya mengekor pendapat sejarawan eropa yang memang mereka pada masa itu dikalahkan kaum muslim. Sentimen eropa kristen mewarnai penulisan sejarah dengan mengabaikan fakta penjajahan roma/bizantium sekitar seribu tahun.

Staquf tidak pernah mempertanyakan, mengapa bahasa italia tidak bisa menjadi bahasanya bangsa bangsa di timur tengah. Mengapa bangsa eropa yang sudah menjajah timur tengah dan negeri magribi (afrika utara) selama 1000 tahun tidak bisa mengubah timur tengah dan afrika utara menjadi berwajah Eropa. Bukankah itu jawaban bahwa eropa datang sebagai penjajah, sebaliknya Islam datang sebagai saudara yang membebaskan dari penjajahan ?

Saya jadi bertambah heran karena kemudian Staquf menganggap Islam dan turunan peradabannya di timur tengah sebagai Islam abal abal, bukan Islam sejati.

Padahal Islam arab yang datang dengan mengalahkan bizantium dengan secara cepat menjadikan aksara, bahasa dan kuktur arab menjadi aksara dan kultur timur tengah, dengan pengecualian Israel.

Mengapa Israel tetap dengan aksara dan bahasanya sendiri ? Tidak bisa berubah seperti suku bangsa lainnya di timur tengah ?

Itu karena kitab ibrani yang memang tidak mengakui Zakaria, Yahya, Isa dan Muhammad sebagai nabi, padahal banyak nubuat di kitabnya yang menunjukkan kedatangan Nabi terakhir.

Israel masih percaya akan datang Messiah/Krestos dari bangsa mereka. Meskipun para yahudi diaspora telah mengembangkan paham messiah menjadi zionisme, namun hal itu tidak mengubah kitabnya, tidak mengubah pandangan sebagian besar suku suku Israel lainnya tentang Messiah dan kepercayaan sebagai bangsa yang murni, terpilih dan unggul. Bangsa Israel dan yahudi bahkan tidak mengakui keturunannya sendiri yang tercampur dengan suku suku kanan dan arab sebagai bangsa Israel. Bangsa Samaritan, yahudi palestina, yahudi arab dan yahudi yahudi lainnya meskipun diakui sebagai keturunan mereka, tapi tidak diakui sebagai bangsa Israel.

Lalu ayat Al – Qur’an yang mana yang harus di interpretasi ?

Apa harus ada reinterpretasi yang menyenangkan bangsa Israel ? dan kaum muslim dipaksa menjadi kaum fasik karena mau menuruti kaum fasik (israel) ?

AMR 1862018.

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.