Jumat, 19 April 24

Founder Institut Bisnis dan Ekonomi Kerakyatan (IBEKA), Tri Mumpuni Wiyatno

Founder Institut Bisnis dan Ekonomi Kerakyatan (IBEKA), Tri Mumpuni Wiyatno
* Founder Institut Bisnis dan Ekonomi Kerakyatan (IBEKA), Tri Mumpuni Wiyatno

Tidak salah bila dirinya disebut sebagai sosok penerang berpuluh-puluh desa di Indonesia. Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro karyanya juga berhasil ikut berdampak pada perekonomian, kesehatan, dan pendidikan masyarakat desa.

Perempuan asal Semarang kelahiran tahun 1964 ini bersama suaminya Iskandar Budisaroso Kuntoadji adalah pendiri Institut Bisnis dan Ekonomi Kerakyatan (IBEKA). Melalui IBEKA keduanya aktif memberdayakan masyarakat desa setempat dalam pembangunan PLTMH.

Tri Mumpuni Wiyatno–biasa disapa Puni– membangun Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH) pertama kali di Dusun Palanggaran dan Cicemet, enklave Gunung Halimun, Sukabumi, Jawa Barat tahun 1997.

“Hasil survey IBEKA menyebutkan masih terdapat 33.000 desa belum dialiri listrik. Kondisi ini memilukan padahal potensi peningkatan energi terbarukan dan efisiensi energi di Indonesia masih cukup besar. Apalagi, potensi pasar energi nasional, regional, dan internasional masih terbuka,” papar perempuan lulusan jurusan Sosial Ekonomi, Fakultas Pertanian, Institusi Pertanian Bogor ini dengan serius.

Melalui yayasan IBEKA, dia telah merancang PLTMH berkapasitas 2,8 MW dengan memanfaatkan aliran Sungai Cilamaya. Listrik yang dihasilkan, digunakan untuk kebutuhan PT PLN (Persero). Dukungan pemerintah pun datang kepadanya dengan diterbitkannya Peraturan Menteri ESDM Nomor 31 Tahun 2009.

Tentang harga pembelian tenaga listrik oleh PLN dari pembangkit tenaga listrik yang menggunakan energi terbarukan skala kecil dan menengah. Hasilnya fantastis, tahun 2017 pemerintah memberikan subsidi sebesar Rp520 juta untuk membangun 84 PLTMH. Diperkirakan tahun 2023 nanti target pemanfaatan tenaga air mencapai 21 ribu Mega Watt (MW).

Kepedulian dan kerja keras sosialnya bukanlah produk instan. Sejak kecil, dia terbiasa ikut ibunya ke desa-desa membantu mengobati penyakit kulit. Puni dididik oleh kedua orangtuanya untuk hidup berbagi dan memberi. Sejak itulah, bukan masalah bagi perempuan penyuka mode ini menghabiskan banyak waktunya di desa-desa terpencil tanpa listrik. Pandangannya, kepentingan atas pembangunan harus bertumpu kepada masyarakat.

“Kemiskinan itu terjadi, karena keserakahan para investor dan intelektual yang tidak bermoral”, tegas perempuan yang bercita-cita membangun 1000 PLTMH di Indonesia ini menambahkan. (Naskah: Asa Sakina Tsalisa, Foto: Istimewa)

Artikel ini dalam versi cetak dimuat di Majalah Women’s Obsession edisi Agustus 2017.

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.